Konsultan Pengawas Kasus RPH Dibui


LOMBOK TENGAH, sasambonews.com. Akhirnya satu dari empat tersangka kasusdugaan korupsi proyek rumah potong hewan (RPH) Barabali Kecamatan Batukliang dibui. Konsultan Pengawas PT Eksakta, Lalu Kusnadi Wirahadi kini telah mendekam di LP Mataram.

Kasi Pidsus Kejari Loteng, Hasan Basri, SH. MH mengatakan, penahanan ini dilakukan untuk memudahkan penyidikan. Dengan begitu kasus ini bisa cepat untuk dinaikkan ke persidangan. "Kini tersangka kita titip di LP Mataram. Terhitung mulai hari ini hingga 20 hari kedepan," terangnya.

Sebenarnya, hari ini (kemarin red) pihaknya panggil keempat tersangka. Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), drh Erwin Kusbianto, Kontraktor CV Anggita, L Iqbal dan Pelaksana Teknis Pengerjaan (PTP) dari Dinas PU Provinsi, M Julian tidak hadir. 

Dengan pengacaranya tak bisa mendampinginya karena sedang mengikuti sidang di Tipikor Mataram dan ada yang sedang lagi tugas diluar daerah. "Kalau PPK informasinya akan hadir besok (hari ini red), Kontraktornya informasinya akan hadir Senin depan. Sedangkan PTP hingga kini tidak ada informasinya. Tapi, kita pasti kita akan lakukan pemanggilan kembali, kalau hingga minggu depan tidak ada informasinya," ungkapnya.

Sementara, untuk kerugian negaranya, pihaknya akan pakai hasil penghitungan BPKP sebesar Rp 136 juta. Tapi sesuai dengan statmen pak Kajari, kemungkinan di dalam dakwaan akan menggunakan penghitungan total los. Karena melihat dari azas ketidakmanfaatannya. Dimana, akan mengungkapkan fakta bahwa bangunan itu hingga kini tidak azas manfaatnya. "Tetap kita kedapankan menggunakan penghitungan total lolos dalam bunyi dakwaan. Selain mengacu pada hitungan BPKP senilai Rp 136 juta itu," ujarnya.

Disatu sisi, Hasil audit BPKP NTB telah membuat kecewa pak Kaari, karena jauh dari harapan. Jika dibandingkan dengan hasil hitungan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral (PU dan ESDM) Lombok Tengah sebesar Rp 162 juta.
Alasan BPKP, karena dalam penghitungannya mereka tidak mengehitung soal pajak. Sehingga itu yang membuat nilai kerugian lebih kecil dari hasil audit yang dilakukan oleh Dinas PU dan ESDM.

Kemudian, alasan tim BPKP tidak menggunakan penghitungan total lolos. Karena melihat bangunannya ada. "Tidak bisa disimpulkan seperti itu. Apalagi, alasannya karena ada bangunan. Tapi bila dilihat dari azas manfaatnya, tidak ada hingga kini. Malah bangunan itu sudah dua tahun mangkrak tidak digunakan," tungkas Kajari Loteng, Fery Mupahir. |dk

Subscribe to receive free email updates: