Pengadaan.web.id - Dalam proyek pengadaan yang besar maupun yang kecil, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selalu disarankan untuk melakukan konsultasi atas proyek yang bakal dilelangkan. KPA bisa melakukan konsultasi dengan meminta penjelasan tertulis untuk permasalahan-permasalahan yang tidak jelas seperti melibatkan tenaga ahli, melibatkan konsultan hukum perancang kontrak, termasuk dalam memperkuat sistem pengawasan internal dari KPA. Hal ini bertujuan agar proyek pengadaan yang dilaksanakan nantinya tidak akan menghadapi permasalahan hukum. Contoh yang masih hangat dibicarakan adalah proyek pengadaan e-KTP Kemendagri. Proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 ini sebenarnya sudah mendapatkan beberapa saran dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Namun ternyata, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memang tak menggubris saran LKPP dalam pengadaan e-KTP yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 2 Triliun ini.
Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP/Ketua Tim Pendamping Proyek e-KTP Setya Budi Arijanta menyatakan bahwa pihaknya pernah memberikan sejumlah saran ke Kemendagri terkait proyek e-KTP. Namun, saran-saran itu tidak diindahkan oleh pihak panitia pengadaan.
Ia juga membenarkan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebutkan bahwa Kemendagri tak menggubris saran LKPP. Menurutnya, segala hal terkait saran LKPP sudah dijelaskan ke penyidik KPK beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, terdapat sembilan jenis saran yang diberikan kepada Kemendagri untuk pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Di antaranya, pekerjaan pengadaan e-KTP harus dijadikan satu sehingga membatasi persaingan. Sedangkan terkait pengumuman lelang proyek harus dipaparkan seluruhnya.
Selain itu, kata Budi, LKPP juga menyarankan pelelangan dilakukan secara elektronik (e-procurement) dan tidak manual. Selain itu, kriteria penilaian harus kuantitatif sesuai dengan Perpres Nomor 54. Jadi tidak boleh kualitatif, harus detail sedetail mungkin.
LKPP juga menyarankan agar proses aanwijzing diulang sehingga bisa dianalisa oleh panitia. Namun, lanjut Budi, Kemendagri tidak mengikuti saran-saran yang diberikan LKPP sehingga urung mendampingi proses pengadaan e-KTP.
"Pak Agus juga menyebut LKPP kemudian menarik diri dan tidak mendampingi. Tapi Gamawan bilang proyek itu tidak masalah," papar Budi yang sering menjadi ahli pada persidangan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta itu.
Sebelumnya, Agus menyatakan bahwa panitia proyek e-KTP di Kemendagri mengabaikan saran dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Walhasil, proyek senilai Rp 6 triliun itu diselewengkan sehingga negara menanggung kerugian Rp 2 triliun.
"Seingat saya ada beberapa saran dari LKPP. Saran LKPP tidak diikuti," kata Agus saat dihubungi, Jumat (21/10).
Agus merupakan mantan kepala LKPP. Di eranya memimpin LKPP pula proyek e-KTP direalisasikan.
Sebelumnya, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku pernah melakukan presentasi terkait proyek e-KTP itu di KPK. Saat itu, KPK meminta Gamawan untuk mengajak LKPP ikut mendampingi proyek tersebut.
Saat itu, LKPP masih dipimpin oleh Agus Rahardjo. Namun, Agus menyebut saran dari LKPP tidak diikuti.
"Karena itu LKPP mundur, tidak mau mendampingi. Tidak ada saran yang diikuti atau dipatuhi," jelas Agus.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Yakni Irman selaku mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, serta bekas anak buahnya yang bernama Sugiharto.
Kedua tersangka diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011-2012 senilai Rp 6 triliun. Kerugian negara dalam kasus itu ditaksir sebesar Rp 2 triliun.