Bayi JD mengalami trauma setelah disiksa oleh perempuan Mariana yang merupakan ibu kandungnya. Saat ini, bayi 11 bulan itu dirawat di Yayasan Metta Mama and Maggha untuk menyembuhkan luka fisik dan psikis yang ia derita akibat siksaan.
"Pada saat bayi dirujuk ke kami kondisinya sakit. Batuk-batuk, pilek, dan diare," kata Kepala Yayasan Metta Mama & Maggha Fifi Adiguna di kantornya, Jalan Gunung Lawu, Pemecutan, Denpasar, Bali, Sabtu 29 Juli 2017.
Fifi menjelaskan, bayi JD dititipkan Dinas Sosial Bali di yayasannya saat usianya masih tujuh bulan. Selama dua pekan pertama di Yayasan Metta Mama & Maggha, bayi JD tidak mau berbaur dengan bayi lainnya.
Bahkan, lanjut Fifi, bayi JD kerap ketakutan tiap kali melihat orang. Ia juga tidak mau digendong siapa pun, kecuali baby sitter di yayasan.
"Dia trauma. Tiap kali tidur, dia selalu kaget tiap mendengar suara. (Bayi JD) Menangis terus dan maunya dipeluk," jelas Fifi.
Menurut Fifi, trauma bayi JD berangsur berkurang setelah mendapatkan kasih sayang dari para baby sitter dan donatur datang menjenguk bayi-bayi yang diasuh Yayasan Metta Mama & Maggha. "Sekarang kondisinya jauh lebih baik, dia sudah mau belajar jalan," pungkasnya.
Kasus penyiksaan bayi JD ini bermulai dari beredarnya video di Facebook. Ada dua video yang diunggah akun bernama Eva Vega di Facebook.
Video pertama berdurasi 34 detik itu menampilkan bayi JD menangis sambil meronta-ronta karena dicubit dan dipukul oleh Mariana yang tak lain ibu kandungnya sendiri. Pada video kedua, terlihat bayi JD diseret ke kamar mandi oleh ibunya.
Di dalam kamar mandi, Mariana kembali menyiksa anaknya dengan cara mengguyurnya dengan air berkali-kali. Sang ibu juga menyiramkan sabun cuci piring ke kepala dan tubuh bayi mungil itu.
Bayi JD tak henti-hentinya menangis. Dalam video itu juga terdengar suara Mariana mengatakan, "This is drama (ini drama)!"
Kedua video tersebut ternyata direkam sendiri oleh Mariana. Video kemudian dikirimkan kepada kenalan Mariana, hingga akhirnya beredar luas di dunia maya. Tontonan gratis yang tak bermutu ini mustinya tidak perlu disaksikan oleh para anak, namun akibat kecanggihan internet yang segala apapun bisa gampamg diakses dan menyebar cepat secara luas, mengakibatkan kasus tak bermoral yang bisa dicontoh oleh kalangan manusia tak bermoral dan berpenyakit jiwa, yang didekteksi belakangan ini semakin bertumbuh banyak akibat stres dan depressi karena menjadi manusia yang tak tau bersyukur kepada Sang Maha Pencipta.*** Any Christmiaty.