KPK Kembali Kalah Dalam Perkara Besar Sekaliber Orang Kuat Setya Novanto

Hakim Cepi Iskandar Saat Membacakan Putusan
Jakarta, Info Breaking News  Setelah KPK kalah dari perkara besar Jenderal Budi Gunawan, kini lembaga anti rasuah itu dinyatakan melakukan penyimpangan terhadap penetapan label tersangka kepada perkara besar dan orang kuat sekalikeb Setya Novanto.

Dan Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan penetapan tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Cepi menilai, bukti permulaan untuk Novanto tak bisa diambil dari perkara orang lain secara langsung.

"Menimbang bahwa alat bukti yang diperoleh oleh termohon (KPK) merupakan hasil dari perkara  yang lain, Sugiharto dan Andi Narogong," kata Hakim Cepi di ruang sidang, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jumat 29 September 2017.  


Hakim Cepi kemudian mengesampingkan ratusan alat bukti yang telah disusun penyidik KPK. Ia memutuskan penyidikan yang dilakukan KPK tak sesuai prosedur.

KPK dinilai tergesa-gesa menetapkan tersangka yang kemudian bersamaan dengan penerbitan  surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 pada 17 Juli 2017. 

"Artinya ketika pemohon (Novanto) ditetapkan sebagai tersangka termohon (KPK) belum melakukan penyidikan dalam perkara aquo dan termohon belum memeriksa calon tersangka memeriksa saksi bukti karena secara logika hukum termohon harus mempunyai waktu dalam waktu singkat," jelas Cepi. 

Menurut Cepi, sprindik tesebut mestinya terbit sebagai perkara Novanto sendiri. Cepi menilai, menjadi pertanyaan bilamana KPK mendapatkan ratusan alat bukti dengan waktu singkat yang digunakan untuk Novanto yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. 

"Sprindik orang lain tidak dapat digunakan untuk perkara aquo karena akan terjadi ketidakjelasan  inefeisiensi, tidak efektif, tidak selaras dan tidak adanya kepastian hukum," ungkap Cepi. 

Menurut Cepi, KPK seharusnya memeriksa Novanto terlebih dulu, sesuai KUHP dan UU Tipikor. Kemudian KPK baru diperbolekhkan melakukan upaya paksa penyitaan ketika telah memasuki tahap penyidikan.

Kesalahan itu dianggap menjadikan alat bukti yang digunakan KPK untuk menetapkan tersangka terhadap Novanto kemudian menjadi batal secara hukum.

"Prosedurnya harus ditempuh seperti dalam perkara aquo, tahap penyidikan, memeriksa ulang saksi-saksi. Penyitaan, mencari dokumen tidak boleh dimabil dari perkara orang lain, tidak boleh langsung diambil," pungkas Cepi. *** Emil Simatupang.

Subscribe to receive free email updates: