BERITA MALUKU. Dinas Pangan Maluku Utara (Malut) mengimbau masyarakat daerah ini untuk tidak mengalihfungsikan lahan sagu menjadi areal persawahan atau kepentingan lain, yang dapat menghilangkan keberadaan tanaman itu.
"Sagu merupakan salah satu tanaman pangan tradisional di Malut, oleh karen itu keberadaannya harus dilestarikan, di antaranya dengan cara tidak mengalihfungsikan lahannya," kata Kepala Dinas Pangan, Saiful Turui di Ternate, Senin (30/10/2017).
Apalagi kuliner khas Malut dari bahan sagu, seperti popeda, sagu sempeng dan bagea masih tetap diminati masyarakat, bahkan khusus popeda kini telah pula menjadi salah satu menu yang disajikan di sejumlah hotel berbintang di daerah ini.
Ia mengatakan pemerintah kabupaten/kota di Malut, khususnya yang di daerahnya ada lahan sagu juga diharapkan kepeduliannya untuk melestarikan tanaman itu, misalnya mengeluarkan regulasi mengenai larangan pengalihfungsian lahan sagu.
Selain itu, juga perlu memprogramkan pembudidayaan tanaman sagu, terutama di kawasan lahan sagu yang kondisinya sudah kritis, akibat pola pemanfaatan tanaman sagu yang tidak memperhatikan faktor kelesetariannya.
Di Malut, kata Saiful Turui, selain sagu juga banyak jenis pangan lokal lainnya yang harus dilestarikan sebagai bahan konsumsi sehari-hari, seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, pisang dan sukun.
Melestarikan pangan lokal seperti itu sebagai bahan konsumsi sehari-hari, selain menjaga kesehatan, terutama bagi mereka yang berpotensi menderita penyakit diabetes, juga akan mendukung ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap pangan beras.
"Sampai saat ini Malut belum bisa swasembada beras, tetapi kalau kebiasaan masyarakat mengonsumsi pangan lokal tersebut dipertahankan, Malut tidak akan mengalami krisis pangan walaupun belum swasembada beras," katanya menambahkan.
"Sagu merupakan salah satu tanaman pangan tradisional di Malut, oleh karen itu keberadaannya harus dilestarikan, di antaranya dengan cara tidak mengalihfungsikan lahannya," kata Kepala Dinas Pangan, Saiful Turui di Ternate, Senin (30/10/2017).
Apalagi kuliner khas Malut dari bahan sagu, seperti popeda, sagu sempeng dan bagea masih tetap diminati masyarakat, bahkan khusus popeda kini telah pula menjadi salah satu menu yang disajikan di sejumlah hotel berbintang di daerah ini.
Ia mengatakan pemerintah kabupaten/kota di Malut, khususnya yang di daerahnya ada lahan sagu juga diharapkan kepeduliannya untuk melestarikan tanaman itu, misalnya mengeluarkan regulasi mengenai larangan pengalihfungsian lahan sagu.
Selain itu, juga perlu memprogramkan pembudidayaan tanaman sagu, terutama di kawasan lahan sagu yang kondisinya sudah kritis, akibat pola pemanfaatan tanaman sagu yang tidak memperhatikan faktor kelesetariannya.
Di Malut, kata Saiful Turui, selain sagu juga banyak jenis pangan lokal lainnya yang harus dilestarikan sebagai bahan konsumsi sehari-hari, seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, pisang dan sukun.
Melestarikan pangan lokal seperti itu sebagai bahan konsumsi sehari-hari, selain menjaga kesehatan, terutama bagi mereka yang berpotensi menderita penyakit diabetes, juga akan mendukung ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap pangan beras.
"Sampai saat ini Malut belum bisa swasembada beras, tetapi kalau kebiasaan masyarakat mengonsumsi pangan lokal tersebut dipertahankan, Malut tidak akan mengalami krisis pangan walaupun belum swasembada beras," katanya menambahkan.
from Berita Maluku Online http://ift.tt/2igK5fN
via IFTTT