Memilih Calon Gubernur Sumatera Utara Ramah Anak


Beniharmoni Harefa |Foto: istimewa
Oleh : Beniharmoni Harefa

Berbagai masalah terkait anak, masih terjadi khususnya di Sumatera Utara (Sumut). Kekerasan fisik, psikis maupun seksual pada anak, perebutan hak asuh anak, perdagangan anak, penyalahguna narkotika oleh anak, anak berkonflik dengan hukum hingga kasus gizi buruk pada anak, sering menjadi headline di beberapa media arus utama di Sumut. Hal tersebut membutuhkan perhatian serius dari semua stakeholder (pemangku kepentingan), lebih khusus perhatian serius dari pengambil kebijakan termasuk pemerintah provinsi.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018, menjadi momentum penting, bagi perubahan ke arah yang lebih baik, dan menjadi kesempatan penting untuk memberikan perhatian lebih, bagi urusan perlindungan anak di Sumut. Saat ini telah ditetapkan dua pasang Calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu) yakni Pasangan Pertama : Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah yang diusung oleh partai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan Nasdem. Pasangan kedua : Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus yang diusung oleh partai PDI Perjuangan dan PPP. 

Masalah Anak di Sumut

Dari catatan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), sejak tahun 2013 hingga 2017 kasus kejahatan dan kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan. Tahun 2013 ada 93 kasus, tahun 2014 ada 95 kasus, 2015 ada 144 kasus, 2016 ada 144 kasus dan 2017 ada 295 kasus. Rata-rata kasus meliputi kasus kekerasan seksual, perebutan hak asuh anak, kekerasan fisik terhadap anak, perdagangan anak, kekerasan psikis terhadap anak dan penyalahgunaan narkotika (republika.co.id 1/1/2018). 

Dalam catatan penulis, masalah anak lainnya yang masih terjadi di wilayah provinsi sumatera utara yakni terkait kesehatan dan gizi buruk pada anak. Tidak dimungkiri, anak-anak dengan gizi buruk  masih ditemukan dibeberapa kabupaten/ kota yang ada di Sumut. Masalah seks pra nikah, juga terjadi, akibat pergaulan bebas tanpa batas. Masalah pekerja anak juga sering terjadi. Anak dipekerjakan dengan tidak memperhatikan resiko terburuk pada anak, serta masalah terkait akta kelahiran. Masih ditemukan anak-anak yang belum dicatatkan kelahirannya sehingga belum memiliki akta kelahiran. 

Berbagai masalah tersebut, telah menanti Calon Gubernur Sumatera Utara, dan menjadi pekerjaan penting yang harus segera diselesaikan. Terlebih upaya perlindungan terhadap anak, telah menjadi komitmen global dan nasional. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) berdasarkan Resolusi PBB Nomor 44/ 25 tanggal 5 Desember 1989, telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keppres No 36 Tahun 1990. Konstitusi Negara kita, juga mengamanatkan kewajiban Negara dalam pemenuhan hak-hak anak. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi." 

Program Ramah Anak:

Secara normatif sesungguhnya Provinsi Sumatera Utara telah memiliki Peraturan Daerah terkait anak. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak tersebut, telah ditetapkan di masa pemerintahan Gubernur Gatot Pujo Nugroho. Berbagai hal terkait perlindungan anak telah diatur secara tegas melalui Perda Nomor 3 Tahun 2014 dimaksud. Namun demikian, dibutuhkan kerja konkrit yang terwujud dalam bentuk program dan tindakan nyata, yang harus dilaksanakan oleh Cagubsu 2018, sebagai program yang berpihak pada kepentingan terbaik anak (the best interest of the child). 

Adapun beberapa program dan tindakan nyata tersebut menurut penulis, meliputi pertama, kebijakan anggaran. Persentase terhadap anggaran kiranya tetap memperhatikan berbagai upaya perlindungan anak. Kedua, mensinergikan kebijakan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan berbagai hal terkait perlindungan anak. Ketiga, memperkuat keberadaan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID), sebagai lembaga independen yang diakui keberadaannya dalam Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2014. 

Keempat, memperbanyak fasilitas rehabilitasi layanan konseling psikologis, medis dan pendampingan hukum bagi anak korban kekerasan. Kelima, membebasan biaya kesehatan dasar kepada anak dari keluarga miskin, khusunya bagi korban gizi buruk, hydrocephalus, kanker, infeksi HIV/ AIDS. Keenam, menyediakan fasilitas khusus bagi anak-anak disabiltas/ berkebutuhan khusus. Ketujuh, memperbanyak dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan, akses tempat bermain dan tempat tinggal anak. Kedelapan atau yang terakhir, menjamin anak mendapatkan akta kelahiran dan membebaskan biaya pengurusan akta kelahiran. 

Indikator Provinsi Layak Anak:

Berbagai tawaran program dan aksi nyata di atas, dapat terukur dengan parameter yang terlihat dalam beberapa indikator, hingga dinyatakan Sumut menjadi Provinsi Layak Anak. Di tahun 2011 yang lalu, Pemerintah Pusat melalui Kementrian Pemberdayaan  Perempuan dan Anak Republik Indonesia menggagas program Kabupaten/ Kota Layak Anak. Indikator suatu Kabupaten/ Kota Layak Anak ini, dapat digunakan sebagai parameter (tolok ukur) menilai dan mengevaluasi, Sumut sebagai provinsi layak anak. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, terdapat lima klaster hak anak : yaitu klaster hak sipil dan kebebasan anak, klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan, klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, klaster perlindungan khusus. 

Indikator hak sipil dan kebebasan anak meliputi persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran. Tersedianya fasilitas informasi layak anak. Adanya kelompok anak, termasuk forum Anak, yang ada di kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. 

Indikator untuk klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif  meliputi: penurunan persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 (delapan belas) tahun. Tersedianya lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak dan tersedianya lembaga kesejahteraan sosial bagi anak. 

Indikator untuk klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan meliputi: menurunnya angka kematian bayi, prevalensi kekurangan gizi pada balita, meningkatnya persentase air susu ibu (ASI) eksklusif, peningkatan jumlah Pojok ASI, persentase imunisasi dasar lengkap, meningkatnya jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental, meningkatnya jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan, peningkatan persentase rumah tangga dengan akses air bersih, dan tersedianya kawasan tanpa rokok. 

Indikator klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya meliputi: peningkatan angka partisipasi pendidikan anak usia dini, peningkatan persentase wajib belajar pendidikan 12 (dua belas) tahun, peningkatan persentase sekolah ramah anak; peningkatan jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah; tersedianya fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak. 

Indikator klaster perlindungan khusus meliputi: persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus dan memperoleh pelayanan; persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice); adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak; dan persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak. 

Berbagai program dan aksi nyata di atas, dapat diukur pelaksanaan dan keberhasilannya melalui beberapa indikator, sehingga suatu kawasan atau wilayah disebut layak anak. Cagubsu harus mampu memetakan permasalahan anak yang terjadi di Sumut, untuk selanjutnya dikonkritkan dalam program yang realistis serta dapat dievaluasi dan dimonitoring melalui beberapa indikator sebagai tolok ukur. Publik berharap Cagubsu yang akan bertarung di Pilkada 2018 ini, memberikan perhatian serius bagi upaya perlindungan anak. 

Memilih Cagubsu Ramah Anak:

Sejak berlakunya otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Undang-Undang tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan, dan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah), pemerintah daerah diberi keleluasaan dalam mengelola dan melaksanakan pembangunan di berbagai bidang di daerahnya. Termasuk Gubernur sebagai pimpinan pemerintahan di tingkat provinsi yang dibawahnya terdapat beberapa kabupaten/kota. Keleluasan tersebut terwujud dalam bentuk kewenangan. 

Calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu) yang kelak terpilih memimpin Sumut lima tahun mendatang, jelas akan memiliki kewenangan besar untuk mengelola dan membangun Sumut dari berbagai sektor. Perhatian pembangunan kiranya tidak terbatas hanya pada pembangunan fisik (infrastruktur), namun juga sektor perlindungan anak menjadi salah satu prioritas para kandidat. Bahkan permasalahan perlindungan anak kiranya, tidak hanya difokuskan pada penindakan tetapi juga pada pencegahan. Tidak hanya berfokus di hilir tetapi mesti menyelesaikan permasalahan di hulu. 

Prioritas pembangunan, yang termasuk pada tahap pencegahan itu meliputi berbagai hal dimulai dari pemetaan masalah, program konkrit hingga monitoring dan evaluasi sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas. Pada 27 Juni 2018 mendatang, masyarakat Sumut akan menentukan pemimpinnya selama lima tahun kedepan. Kiranya Cagubsu yang terpilih merupakan Cagubsu ramah anak, yang program-program dan kebijakannya berpihak pada kepentingan terbaik anak (for the best interest of the child), guna mewujudkan Provinsi Sumut sejahtera. 


Penulis : Beniharmoni Harefa, Dosen FH UPN "Veteran" Jakarta, Konsultan Ahli di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Nias 


Tentang Penulis :
Beniharmoni Harefa lahir di Gunungsitoli pada tahun 1987. Memperoleh gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Katolik St. Thomas Medan tahun 2009. Magister Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2011. Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sejak 2013 – sekarang (Kandidat Doktor). Saat ini sebagai Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jakarta. 

Aktif pada beberapa kegiatan perlindungan anak khususnya di Kepulauan Nias, pelatihan, seminar, TOT, pembuatan naskah akademik, hingga kegiatan advokasi dan diversi kasus anak. Mendalami penelitian tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Restorative Justice. 

Beberapa karya tulis ilmiah dan artikel telah dihasilkan, diterbitkan baik melalui buku, jurnal ilmiah dan surat kabar, diantaranya : buku yang pernah ditulis bersama Aktualisasi Hukum Kontemporer: Diversi Sebagai Perlindungan Hak Asasi Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Penerbit : GENTA Press Yogyakarta); Buku: Kapita Selekta Perlindungan Hukum Bagi Anak (Penerbit: Deepublish Yogyakarta); Upaya Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Yang Berada di Luar Negeri (Jurnal Didaktik); Diversi Sebagai Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak (Jurnal Undiksha); Keadilan Hukum Bagi Anak Nakal (Harian Sinar Indonesia Baru Medan); Pilkada dan Upaya Perlindungan Anak; Foto Anak Dihukum – Di Media Sosial (Harian Analisa Medan), Pasca Penetapan 38 Tersangka Anggota Dewan (Harian Analisa Medan) 

Dapat dihubungi melalui email : beniharefa@upnvj.ac.id/ beni_harefa@yahoo.com

Subscribe to receive free email updates: