Kuala Lumpur, Info Breaking News - Mantan wakil perdana menteri Malaysia Anwar Ibrahim menceritakan pergulatan politik di negaranya, saat berkunjung ke Jakarta sebagai pembicara dalam pertemuan Executive Center for Global Learning (ECGL), Rabu (4/7).Perjuangan politik di Malaysia kurang lebih menyerupai era reformasi di Indonesia pada 1990an.
"Lihat di Indonesia, mereka berjuang dan berupaya. Mereka menuntut dihapusnya sistem yang otoriter, media yang tidak bebas, dan sebagainya. Dan pendapat kami upaya itu fenomenal dalam sejarah dunia Muslim," kata Anwar kepada Farahdiba, Ka Biro Infoberaking News Kuala Lumpur, Kamis (5/7).
Politikus Malaysia itu baru saja dibebaskan dari penjara tak lama setelah pergantian rezim yang membuat Mahathir Mohamad kembali menjadi perdana menteri.
Ketika memimpin gerakan yang sama di Malaysia, Anwar menemui dilema saat diminta memilih slogan perjuangan.
"Sebagian mengatakan Allahu Akbar bisa jadi slogan. Saya berjuang untuk bisa inklusif, maksud saya slogan ini akan menyusahkan bagi penganut Hindu, Budha, dan Kristen dalam kampanye kalau kita teriakkan Allahu Akbar, dan mereka harus mengikuti," ujarnya.
"Secara budaya, kebinekaan itu harus hadir agar semua merasa nyaman. Jadi saya bilang ke teman-teman: tidak. Banyak yang menyarankan seperti itu juga. Akhirnya saya bilang 'tidak'. Kita harus melakukan reformasi."
Perjuangan Anwar memimpin kelompok oposisi berlangsung hingga 20 tahun, dan sekitar separuh masa itu dia lewatkan di penjara.
"Ini perjuangan selama 20 tahun, tetapi kami mampu bangkit dan menang pada 2013. Pada pemilu 2013, kami yang tergabung dalam koalisi oposisi mendapatkan 52 persen suara nasional," kata Anwar.
Pada era itu, Malaysia dipimpin Perdana Menteri Najib Razak.
"Saya bilang ke teman-teman 'benar memang kita tidak bisa menjatuhkan pemerintah, Najib tetap perdana menteri, tetapi kemenangan ini sangat fenomenal mengingat tidak ada kebebasan pers, Komisi Pemilihan Umum bisa diperalat, dan hukum bukan hanya menjadi alat tetapi juga sangat korup dan dimanfaatkan oleh penguasa'," kata Anwar.
Lalu dia menambahkan bahwa saat dipenjara dulu, vonis hakim didasarkan pada instruksi penguasa politik.
Rujuk dengan Mahathir
"Dan akhirnya ketika saya ditangkap pada 2015, akhir 2016, dan 2017, Dr Mahatir muncul. Bagaimana bisa saya bersua pria ini? Kami sudah saling berhadapan terlalu lama. Namun saya hanya manusia biasa dan kita semua melakukan kesalahan."
"Dan akhirnya ketika saya ditangkap pada 2015, akhir 2016, dan 2017, Dr Mahatir muncul. Bagaimana bisa saya bersua pria ini? Kami sudah saling berhadapan terlalu lama. Namun saya hanya manusia biasa dan kita semua melakukan kesalahan."
Untuk diketahui, Anwar pernah dipenjara karena kasus sodomi dan makar yang dituduhkan rezim Mahathir dulu.
"Dr Mahatir datang dan saya bilang 'Saya kenal Anda, pemimpin yang membanggakan dan efektif'. Dia memutuskan untuk mengunjungi saya di penjara," kata Anwar.
"Dia bilang ke saya, 'Anwar, saya pikir kita harus bekerja sama, karena pemerintahan sekarang begitu korup. Kita harus bantu memulihkan negara ini'."
"Saya sedang sangat hancur, dan mengatakan hal-hal normatif saja seperti misalnya 'akan saya pikirkan itu', 'terima kasih bersedia datang Dr Mahatir', namun sebetulnya saya seperti sedang tersenyum dalam kegelapan. Saya ingn dia segera pergi."
"Dia meminta saya untuk membersihkan negara ini. Dia mengatakan ketika bersama-sama dulu, kami bisa membangkitkan bangsa ini. Mahathir bilang ke saya bahwa dia seharusnya tidak memecat saya (sebagai wakil perdana menteri) di masa lalu. Dia cuma mendapat masukan dari lingkar dalamnya untuk memecat saya."
Pertemuan dengan Mahathir itu juga membuat bingung keluarga Anwar.
"Anak-anak saya juga bingung, karena Mahathir dan saya sudah lama bertarung. Mereka tidak paham, saya sampaikan ke mereka ini demi membangun lagi bangsa ini."
"Jadi Mahathir menjadi perdana menteri, Azizah wakil perdana menteri, dan saya cuma seorang suami dari wakil perdana menteri. Lalu saya lihat paspor, harusnya tertulis 'jabatan: suami'," seloroh Anwar, disambut gelak tawa hadirin.
Namun, kondisi sekarang justru memberi pelajaran berharga kepada Anwar tentang makna kepemimpinan.
"Kepemimpinan adalah Anda harus tahu kapan menyesuaikan diri. Kapan harus memimpin, kapan harus mengikuti. Sekarang, istri saya menjadi wakil perdana menteri, jadi ini saat bagi saya untuk mengikuti," ujarnya.
Setelah berkisah panjang tentang perjuangan politiknya dan hubungannya dengan Mahathir, Anwar menunjukkan dukungan terhadap perjuangan reformasi di Indonesia.
"Saya mendukung transformasi yang demokratis di Indonesia dan Turki dengan segala keterbatasannya. Saya tahu korupsi masih ada di Indonesia, saya tahu tentang kesenjangan yang menjadi masalah besar. Ketika bicara tentang desentralisasi di Indonesia, maka Anda juga bicara tentang desentralisasi korupsi, itu benar," kata Anwar.
"Namun, Anda tidak bisa membantah fakta bahwa reformasi yang dilakukan sejak 1998 harus didukung. Sistem hukum harus dijaga tetap independen, media harus bebas, program ekonomi harus transparan, demi keadilan bagi mayoritas."
"Bagi saya Indonesia harus sukses dalam demokrasinya. Turki punya banyak tantangan untuk melakukan reformasi. Dan sekarang Malaysia mengembangkan sistem ini untuk menuju demokrasi Muslim."pungkasnya. *** Farahdiba.