Erasmus Sihombing |
Namun begitu, Jokowi tersandera koalisi. Kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, Jokowi bakal kesulitan menentukan wakilnya lantaran beban syarat yang dititipkan partai politik.
"Variabel pertama (cawapres Jokowi) adalah elektabilitas. Tapi sekali pun elektabilitasnya tinggi, apakah partai pengusung siap untuk menerima siapa wakilnya?" ujar Emrus dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 3 Juli 2018.
Menurutnya, pendamping Jokowi memungkinkan melenggang menjadi presiden periode 2024-2029. Sebab bila Jokowi kembali terpilih di Pilpres 2019, maka dia harus menanggalkan jabatan presiden lantaran sudah dua kali menjabat.
"Variabel ini jadi sangat serius. Siapa (cawapres Jokowi) itu? Apakah partai pengusung masing-masing ini mau? Apakah PDIP juga mau dari partai lain? Oleh karena itu dinamika politik akan terjadi di sana," beber dia.
Mengingat dinamika politik yang terjadi di koalisi pemerintah itu, Emrus berpandangan pendamping Jokowi berasal dari non partai. Itu pun diselipi dengan perjanjian-perjanjian politik yang disepakati bersama.
"Saya berhipotesa, akhir-akhirnya wakilnya (Jokowi bisa saja non partai berdasarkan kesepakatan bersama. Tapi dengan catatan terjadi perjanjian-perjanjian politik di belakang panggung karena politisi ini sangat kuat panggung belakangnya," pungkas Emrus.*** Mil.