SUHU politik jelang Pilpres 2019 sudah mulai panas dengan munculnya perang tagar di media sosial. Isu politik identitas telah dimanfaatkan oleh para politikus untuk mencari suara. Mereka yang dulu tak agamis tiba-tiba trlihat suci dan tanpa noda.
Politik identitas telah mempengaruhi Pilkada DKI Jakarta. Hal ini juga akan berdampak pada suara pemilih di pilpres 2019. Kontestasi politik saat ini dikemas berdasarkan kesamaan latar belakang daerah, ras, etnis, maupun agama tanpa beradu gagasan. Yang akan menjadi momok adalah isu agama sebagaimana Pilkada DKI Jakarta.
Rendahnya wawasan masyarakat akan jadi peluang bagi para kandidat untuk memainkan politik identitas ketika pemilu. Jualan agama dinilai berhasil digunakan untuk menggiring suara. Oleh sebab itu saat ini kita sedaang berada pada jebakan politik indentitas. Walaupun sesekali masih ada yang berteriak "agama jangan dipolitisir untuk kepentingan politik" namun mereka kalah jumlah.
Penyebaran isu dan kabar dunia politik yang cepat, membuat masyarakat kita mudah terjebak dalam berita bohong, yang lebih terkenal dengan hoaks.Bukan lagi sebuah rahasia, kabar tersebut sengaja diproduksi demi kepentingan politik, hal ini tentunya sangat disayangkan sebab persatuan dan kesatuan harus menjadi korban dalam upaya melampiaskan sahwat politik segelintir orang yang bakan seringn mengkalaim dirinya peranjangan tangan Tuhan.
Jika ada calon yang membawa-bawa agama hanya untuk menang, maka itulah yang perlu kita cermati, bahwa hal ini adalah pendidikan politik yang buruk bagi generasi kita kedepannya. Kelak ancaman bubarnya Indonesia bukan skadar isapan jempol semata. Padahal jika kita menengok kebelakang, sejarah mencatat : banyak terjadi pembunuhan massal hanya untuk menegakkan agama. Oleh sebab itu, Indonesia akan bubar pada waktunya. Tentunya jika jualan agama masih saja dijadikan rujukan dalam sisitim penggiringan suara atau sekadar ajang cari muka.
Padahal jika kita tengok ke belakang. Ilmu agama yang kuat dianggap tidak akan bisa menggoyahkan para tokoh agama dalam melakukan korupsi. Namun kenyataanya sangat berbeda, agama yang menjadi benteng terakhir ternyata juga tak ampuh para tokoh agama terjebak dalam pusaran korupsi. Korupsi saat ini telah mengalahkan keimanan seseorang. Kenyataan ini pahit tapi kenyataan tak bisa kita hindari dengan dalil apapun itu. Sebut saja Said Agil Husin Al-Munawar, Luthfi Hasan Ishaaq, hingga Ahmad Fathanah adalah tokoh-tokoh yang dianggap lebih dalam persoalan ilmu agama.
Politik identitas membuat kehidupan politik bangsa Indonesia memperihantinkan dan memalukan, karena timbulnya stigma kaum mayoritas dan minoritas. Inilah mengapa jualan agama laku dipasaran politik akan tetapi menjabak keutuhan kita sebagai sebuah bangsa. Hal itu membuat perilaku politik masyarakat menjadi tidak menentu, ada yang acuh dan peduli, ada pula yang asik membuli tanpa mengkonfirmasi. Padahal menurut hemat penulis kehidupan politik harus menjaga Indonesia agar tetap utuh dengan keadaan masyarakat yang multikultural dan tak kala penting Juga bagaimana politik bisa mewujudkan kesejahteraan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Abdul Rasyid Tunny *Alumnus PSIK UMI, Ketua PMII FKM UMI 2009-2010, 2010-2011*
Politik identitas telah mempengaruhi Pilkada DKI Jakarta. Hal ini juga akan berdampak pada suara pemilih di pilpres 2019. Kontestasi politik saat ini dikemas berdasarkan kesamaan latar belakang daerah, ras, etnis, maupun agama tanpa beradu gagasan. Yang akan menjadi momok adalah isu agama sebagaimana Pilkada DKI Jakarta.
Rendahnya wawasan masyarakat akan jadi peluang bagi para kandidat untuk memainkan politik identitas ketika pemilu. Jualan agama dinilai berhasil digunakan untuk menggiring suara. Oleh sebab itu saat ini kita sedaang berada pada jebakan politik indentitas. Walaupun sesekali masih ada yang berteriak "agama jangan dipolitisir untuk kepentingan politik" namun mereka kalah jumlah.
Penyebaran isu dan kabar dunia politik yang cepat, membuat masyarakat kita mudah terjebak dalam berita bohong, yang lebih terkenal dengan hoaks.Bukan lagi sebuah rahasia, kabar tersebut sengaja diproduksi demi kepentingan politik, hal ini tentunya sangat disayangkan sebab persatuan dan kesatuan harus menjadi korban dalam upaya melampiaskan sahwat politik segelintir orang yang bakan seringn mengkalaim dirinya peranjangan tangan Tuhan.
Jika ada calon yang membawa-bawa agama hanya untuk menang, maka itulah yang perlu kita cermati, bahwa hal ini adalah pendidikan politik yang buruk bagi generasi kita kedepannya. Kelak ancaman bubarnya Indonesia bukan skadar isapan jempol semata. Padahal jika kita menengok kebelakang, sejarah mencatat : banyak terjadi pembunuhan massal hanya untuk menegakkan agama. Oleh sebab itu, Indonesia akan bubar pada waktunya. Tentunya jika jualan agama masih saja dijadikan rujukan dalam sisitim penggiringan suara atau sekadar ajang cari muka.
Padahal jika kita tengok ke belakang. Ilmu agama yang kuat dianggap tidak akan bisa menggoyahkan para tokoh agama dalam melakukan korupsi. Namun kenyataanya sangat berbeda, agama yang menjadi benteng terakhir ternyata juga tak ampuh para tokoh agama terjebak dalam pusaran korupsi. Korupsi saat ini telah mengalahkan keimanan seseorang. Kenyataan ini pahit tapi kenyataan tak bisa kita hindari dengan dalil apapun itu. Sebut saja Said Agil Husin Al-Munawar, Luthfi Hasan Ishaaq, hingga Ahmad Fathanah adalah tokoh-tokoh yang dianggap lebih dalam persoalan ilmu agama.
Politik identitas membuat kehidupan politik bangsa Indonesia memperihantinkan dan memalukan, karena timbulnya stigma kaum mayoritas dan minoritas. Inilah mengapa jualan agama laku dipasaran politik akan tetapi menjabak keutuhan kita sebagai sebuah bangsa. Hal itu membuat perilaku politik masyarakat menjadi tidak menentu, ada yang acuh dan peduli, ada pula yang asik membuli tanpa mengkonfirmasi. Padahal menurut hemat penulis kehidupan politik harus menjaga Indonesia agar tetap utuh dengan keadaan masyarakat yang multikultural dan tak kala penting Juga bagaimana politik bisa mewujudkan kesejahteraan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Abdul Rasyid Tunny *Alumnus PSIK UMI, Ketua PMII FKM UMI 2009-2010, 2010-2011*
from Berita Maluku Online https://ift.tt/2n04YyD
via IFTTT