Ilustrasi |
Wenno kepada wartawan, Selasa (28/1//2019) menjelaskan, secara hukum untuk meminta pemblokiran rekening, baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata yang antara lain menurut beberapa dasar hukum Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi," jelasnya.
Wenno mengatakan, pasal 71 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan pihak pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari: a) Setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b) tersangka; atau c) terdakwa," jelasnya.
Kata Wenno lagi, ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) butir a UU 8/2010 bahwa pihak pelapor diantaranya adalah meliputi bank. Pasal 98 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan.
"Sejak mulai pengangkatannya, kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima," jelasnya.
Berdasarkan pengaturan tersebut, seorang kurator dalam kepailitan harus melakukan segala upaya untuk mengamankan harta pailit termasuk permohonan pemblokiran rekening kepada pengadilan.
"Misalnya karena khawatir debitor akan mengalihkan harta pailit dalam rekening bank," ujarnya.
Wenno menjelaskan, Pasal 17 ayat (1) UU No. 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.
"Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu," tuturnya.
Penasihat hukum lulusan Unpatti Ambon ini mengatakan, sehingga, dari ketentuan di atas, selain pejabat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, ternyata pejabat pajak juga dapat langsung melakukan pemblokiran terhadap rekening seorang nasabah bank.
Dari penjelasan-penjelasan diatas jelas Wenno, dapat disimpulkan bahwa memang ada lebih dari satu lembaga yang berwenang meminta bank melakukan pemblokiran rekening. Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan terjadinya permintaan pemblokiran rekening oleh lebih dari satu lembaga secara bersamaan.
Sebutnya, Bank Indonesia sendiri dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank ("PBI 2/19/2000") menyebutkan bahwa:
"Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia," jelasnya.
Berdasarkan pengaturan tersebut tampak bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka atau terdakwa tanpa perlu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
"Menurut hemat kami permintaan pemblokiran rekening oleh bank atas permintaan beberapa lembaga berwenang pada saat bersamaan dimungkinkan terjadi karena mereka memang memiliki kewenangan untuk itu," ujarnya.
Akan tetapi, kata dia, jika berbicara mengenai eksekusi terhadap rekening tersebut, sesuai Pasal 1137 KUHPerdata, hak didahulukan adalah milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa.
Jelasnya, dengan pemahaman bahwa dalam perkara pidana aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi milik negara. Artinya, bila pengadilan menyatakan rekening tersebut disita menjadi milik negara, maka hak negaralah yang didahulukan.
"Oleh karena itu, permintaan pemblokiran rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan sebelum putusan pidana mencabut penetapan pemblokiran rekening tersebut," tutur Wenno.
Kepala PT. Bank Maluku Cabang Namrole, Wati yang dikonfirmasi terkait masalah pemblokiran rekening salah satu nasabahnya mengaku belum mengetahuinya. Namun ia berdalih bahwa, apabila ada rekening yang bermasalah dan ada permintaan untuk dilakukan pemblokiran maka dapat dilakukannya.
"Secara resmi kita lakukan, secara resmi itu tertulis, misalnya rekening bermaslah, ada surat perintah atau permintaan resmi bisa kita blokir. Kalau setau saya kalau ijin, saya juga tidak terlalu pahami kalau suda berkaitan dengan hukum harus dengan kita punya orang hukum, setahu saya pemblokiran harus seijin pemilik rekening," jelas Wati.
Wati mengaku ia belum mendapat laporan terkait pemblokiran rekening milik salah satu nasabahnya atas nama Hairun Siompu.
"Coba nanti saya konfirmasi dalu, saya kroscek dulu, ini kan saya baru disini, yang nanti saya konfirmasi dengan pihak keuangan," ujarnya.
Ia mengaku pemblokiran rekening dapat dilakukan apabila sudah sampai di ranah hukum. Dan dalam kasus yang menimpah Hairun Siompu mantan bendahara Bagian Pemerintahan Setda Bursel ini belum sampai pada ranah hukum.
"Itu kalau sudah sampai di ranah hukum, dan kalau sudah sampai di ranah hukum untuk pemblokiran itu dibolehkan," ujarnya.
Menurutnya, mungkin permintaan pemblokiran rekening milik mantan bemdahara Bagian Pemerintahan atas nama Hairun Siompu oleh Kepala Keuangan Pemkab Bursel Iskandar Walla, kata Wati, agar persoalan internal mereka tak sampai pada ranah hukum.
"Jadi ini mungkin langkah pemblokiran itu di ambil supaya yang bersangkutan (Hairun Siompu) itu dapat menghadap untuk penyelesaian maslah, itu mungkin seperti itu supaya tidak sampai ke ranah hukum," kata Wati berasumsi.
Menurutnya lagi, karena kalau persoalan internal mereka sampe di ranah hukum maka prosesnya akan lebih panjang. Dan itu mungkin cara kekeluargaan yang diambil dalam hal ini oleh Kepala Keuangan yakni Iskandar Walla supaya mudah berkoordinasi.
Ia mengatakan bahwa pihaknya terkadang juga melakukan pemblokiran rekening milik anak buahnya. Pemblokiran itu dilakukan katanya, agar memudahkan dalam berkoordinasi guna menyelesaikan sebuah masalah.
"Kadang-kadang kami juga ambil langkah bagitu, karena kami blokir rekening supaya bisa koordinasi untuk menyelesaikan masalah. Mungkin itu kebijakan yang diambil pak Is Wallah," tuturnya.
Masih asumsi Kepala Bank Maluku ini bahwa, mungkin dari permintaan pemblokiran rekening milik nasabah Bank Maluku atas nama Hairun Siompu mantan bendahara Bagian Pemerintahan ini katanya, agar persoalan mereka dapat diselesaikan secara internal.
Disinggung bahwa persoalan ini belum sampai di rana hukum tetapi pemblokiran suda dilakukan oleh pihak bank tanpa ada putusan pengadilan, ia berdalih lagi bahwa, kalau berbicara hukum, ada bagian hukum Bank Maluku yang bisa menjelaskannya.
"Kalau mengenai itu saya tidak bisa bicara, dalam hal ini kalau sudah mengenai maslah hukum kami punya bagian hukum untuk menanganinya ada, jadi saya tidak bisa berkomentar asal-asalan," ujarnya.
Terhadap ketegasannya bahwa persoalan ini ia belum mengetahuinya. Perempuan ini berdalih belum mendapat laporan terkait pemblokiran ini.
"Saya belum tahu belum dapat laporan dan pelaksana tugas harian dari cabang Namlea Hasan Toisuta, staf di cabang Namlea yang ditugaskan di sini (Namrole) menggantikan saya yang ditugaskan ke Ambon," pungkasnya. (Azmi)
from Berita Maluku Online http://bit.ly/2RnwrHn
via IFTTT