Ahli Dr.Maruar Siahaan Tak Sanggup Menjawab Pertanyaan Penggugat

Ahli Dr. Maruar Siahaan yang dihadirkan pihak KY Saat Diambil Sumpah

Jakarta, Info Breaking News - Sidang lanjutan Gugatan Hakim Tinggi Bangka Belitung Dr. Binsar Gultom melawan Komisi Yudisial (KY) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN ) Jakarta terkait proses seleksi Calon Hakim Agung yang dinilai cacat hukum yang digelar Selasa 26 Maret 2019 menghadirkan Ahli dari KY: Dr. Maruarar Siahaan sempat "seru" dan "menegangkan".  Hal itu terungkap ketika kuasa Hukum yang dipimpin oleh ahli Tata Negara Dr. Irman Putrasidin dengan anggota Melky Shidek, Alungsyah, Kurniawan dan Penggugat principal Dr. Binsar Gultom secara bertubi-tubi mencecar pertanyaan secara tajam kepada Dr. Maruarar Siahaan yang mengaku sebagai ahli Tata Negara dan Administrasi Negara itu.

Ketika kuasa Hukum Tergugat mempertanyakan legal standing Penggugat yang dijawab oleh mantan hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya yang menggugat persoalan ini adalah Mahkamah Agung kepada KY atau melalui Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), karena dianggapnya peristiwa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KY tersebut merupakan sengketa antar lembaga yang harus diselesaikan di MK, secara spontan para Penggugat menepis kalau ahli Dr. Maruarar Siahaan yang juga mantan hakim karier dari MA ini"lupa" bahwa yang menjadi obyek gugatan PTUN sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah "diperluas"hingga kepada "Penetapan (Pengumuman) Tertulis yang bersifat aktual" juga merupakan obyek sengketa TUN. Bahkan ahli Dr. Maruarar juga "lupa" jika menurut Pasal 1 angka 9 UU No. 51/2009 tentang Perubahan kedua UUU No. 5/1986 tentang PTUN dan Pasal 53 UU No.9/2004 tentang PTUN seseorang (secara pribadi) selain Badan hukum dapat menggugat kepada PTUN apabila kepentingannya dirugikan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini KY. Ditambahkan oleh Penggugat principal kepentingannya selaku Penggugat termasuk para hakim karier dirugikan dengan adanya Pengumuman tertulis Tergugat yang mencamtumkan kelulusan CHA non karier yang TIDAK DIBUTUHKAN MA dalam obyek sengketa Pengumuman administrasi dan pengumuman tahap II (kualitas), menjadikan nama mereka tersingkir  menjadi kandidat hakim agung, yang seharusnya berpotensi untuk lulusketahap berikutnya.

Maruar Sihaan Tak Sangggup Menjawab pertanyaan dari Tim PH Penggugat yang dipimpin Dr. Irman Putrasidin
Ketika Ahli Dr. Maruarar menambahkan seharusnya persoalan ini cukup diselesaikan secara internal antara MA dengan KY, langsung ditepis oleh kuasa hukum Penggugat kalau perseteruan antara MA dan KY terkait proses seleksi CHA ini sudah cukup lama berlangsung, hingga kuasa hukum Penggugat menunjukkan  bukti tertulis klarifikasi dan keberatan dari  Wakil Ketua MA bidang yudisial awal tahun 2018 kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Nelvy Christine terkait diloloskannya para calon hakim agung (CHA) non karier yang tidak dibutuhkan oleh MA, lalu Dr. Maruarar berkelit untuk menjawabnya yah… obyek gugatan ini merupakan sengketa antar lembaga.

Ketika ahli Dr. Maruarar  berdalih KY memiliki independensi menyeleksi CHA sebagaimana diatur dalam UU, para kuasa hukum Penggugat mengingatkan kepada Dr. Maruarar bahwa apa yang menjadi obyek gugatan Penggugat dikarenakan KY selaku Tergugat telah "membangkang" putusan MA No. 53/2016 dan Surat Wakil Ketua MA bidang non yudisial No. 4/2018 tentang kebutuhan hakim agung di MA, yakni harus mempedomani daftar hakim agung yang dibutuhkan oleh MA, akan tetapi dijawab oleh Maruarar, bahwa didalam putusan MK tidak secara tegas dinyatakan pelarangan non karier menjadi CHA, karena Pasal 6B UU MA masih memperbolehkan non karier mendaftar sebagai CHA tidak ikut digugat Penggugat di MK, akhirnya Penggugat prinsipaal menjelaskan kepada ahli Dr. Maruarar, justeru persyaratan tersebutlah yang dieliminasi oleh MK harus mempunyai keahlian khusus dibidang hukum tertentu. 

Jadi non karier itu tetap diperbolehkan mendaftar sebagai CHA, akan tetapi harus mempunyai keahlian dibidang hukum tertentu, dan keahlian tersebut harus dibutuhkan oleh MA, seraya Penggugat membacakan amar putusan MK yang menyebutkan: Pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 3/2009 tentang MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang CHA non karier itu tidak dimaknai memiliki keahlian dibidang hukum tertentu. Dan keahlian dibidang hukum tertentu tersebut telah dijabarkan dalam ratio recidendi (Pertimbangan hukum) pada halaman 87 dan 88, bahkan pertanyaan tersebut dicecar kuasa hukum kuasa Penggugat secara bergantian lagi sejauhmana kekuatan mengikat putusan MK antara pertimbangan hukum dengan amar, dijawab ahli Dr. Maruarar merupakan  satu kesatuan yang mengikat dan setara dengan UU, dan harus ditaati oleh KY, tandas Dr. Maruarar menambahkan.

Ketika Penggugat Prinsipal hendak mengajukan pertanyaan tambahan yang bersifat penting lagi, ternyata Dr. Maruarar Siahaan karena merasa terpojok, secara spontan menyatakan tak sanggup lagi menjawabnya, dengan alasan sudah capek katanya yang "diamini" oleh Ketua Majelis hakim Nelvy Christine, nanti kalau ahli "semaput" siapa yang bertanggungjawab, ucap ketua majelis mengakhiri persidangan, yang akhirnya para pengunjung sidang terperangah.
Sidang dilanjutkan menggu depan Selasa 3 April 2019 dengan agenda KESIMPULAN, setelah itu mendengarkan PUTUSAN.*** Emil F Simatupang.

Subscribe to receive free email updates: