Prof. Gayus Lumbuun saat memberikan kuliah umum di UI Salemba, Jakarta |
Jakarta, Info Breaking News - Terorisme sebagai sebuah realitas sosial bukan lahir dari sebuah ruang hampa, artinya ada banyak persoalan-persoalan dinamika sosial budaya yang nanti justru akan membuat kita mencermati lebih lanjut terkait dengan seperti apa dinamika yang ada di Indonesia, yang akan menjadi faktor pendorong atau penguat fenomena terorisme di Indonesia.
Inilah penggalan pengantar yang disampaikan dalam kuliah umum bertajuk Perspektif Sosiologi Hukum dalam Kejahatan Terorisme yang diselenggarakan Jumat, 24 Mei 2019 di Gedung IASTH UI Salemba, Jakarta. Hadir sebagai pembicara yakni Prof. Gayus Lumbuun dan Prof. Ronny Nitibaskara.
Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia sekaligus meluncurkan "Journal of Terrorism Studies".
"Terorisme merupakan suatu tindakan untuk mengungkapkan keinginan dan kehendak seseorang atau kelompok tertentu untuk melakukan perubahan agar mendapatkan kekuasaan atau bahkan kedaulatan. Dalam konteks itu, maka terorisme menjadi suatu tantangan tersendiri dalam suatu sistem pemerintahan yang demokratis. Sebab demokrasi juga diyakinkan sebagai sebuah alat atau metode yang dapat digunakan untuk menampung keinginan-keinginan masyarakat (will of people) yang diwakilkan oleh individu atau sekelompok orang. Individu atau sekelompok orang ini bersaing dan mengubah will of peoplemenjadi common goods dalam sejumlah kebijakannya," jelas Gayus Lumbuun.
Baru-baru ini masyarakat dibuat resah dengan adanya aksi massa di beberapa daerah yang menyebut adanya kecurangan dalam pesta demokrasi. Massa menuntut penyelenggara pemilu untuk mengungkap kecurangan dan menganulir hasil pemilihan presiden.
"Berita penangkapan puluhan bahkan ratusan teroris dalam bulan Mei ini menunjukkan adanya gerakan terorisme yang memanfaatkan instabilitas politik dalam negeri selama penyelenggaraan pemilu. Mengaitkan terorisme dengan pemilu sebagai bentuk demokrasi ada relevansinya, karena ternyata dalam memberikan respon terhadap hasil pemilu tidak saja didahului secara konsisten dengan melalui lembaga-lembaga demokrasi konstitusional, tetapi memunculkan gerakan-gerakan yang disinyalir "ditunggangi" gerakan terorisme," papar Gayus.
Para Pembicara dan Moderator Kuliah Umum Perspektif Sosiologi Hukum dalam Kejahatan Terorisme |
"Dinamika akhir-akhir ini sebagai dampak lanjutan praktek demokrasi tidak luput dari adanya anasir-anasir terorisme, ketika ada agenda yang tidak bersifat konstitusional," imbuhnya.
Lebih lanjut Gayus Lumbuun yang juga mantan hakim agung tersebut menjelaskan, "gerakan terorisme telah mendunia dan tidak memandang garis perbatasan internasional tiap negara. Bahkan, negara-negara besar adalah sponsor utama terorisme internasional. Dengan adanya pembagian tugas yang begitu rapi, wajar apabila eksitensi gerakan terorisme hingga kini masih kuat. Terlebih lagi untuk menambah jumlah sumber daya manusia, terorisme menggunakan dalih agama sebagai alat perekatnya. Kondisi sosial politik dan ekonomi yang lemah juga memberikan dukungan ruang yang penuh terhadap akor-aktor teroris untuk melakukan perekrutan anggota baru."
Gayus Lumbuun menjelaskan bahwa terdapat sumbangsih penting sosiologi hukum terhadap penanggulangan terorisme. "Sumbangan penting dari perspektif sosiologi terhadap terorisme adalah pendekatan sosiologi hukum dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan terorisme, baik yang disebut ketiadaan norma, penyimpangan budaya, dan kontrol sosial. Solusi atau pendekatan dalam menyelesaikan ancaman terorisme tidak sajak menggunakan hukum murni, khususnya penal (pidana)," katanya.
Mengutip pendapat mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono bahwa terorisme abad ini merupakan ancaman aktual, yang juga adalah penumpang haram di dalam gerbong teknologi informasi. Teknologi informasi memperluas perang militer ke perang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial, seni dan budaya. "Ini paling berbahaya karena siapa menguasai informasi, dia pemenang. Itu motto dari dunia siber. Siapa yang dulu mempunyai informasi, dia pemenang di negara ini," pungkas Gayus Lumbuun mengakhiri kuliah umum ini. ***Vincent Suriadinata