AMBON – BERITA MALUKU Maluku merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam, terutama perikanan dan rempah-rempah seperti pala dan cengkeh.
Namun sayangnya, selama ini rempah-rempah yang diminati Jepang dan Belanda masa penjajahan ini, belum bisa terkelola dengan baik, terutama dalam ekspor, yang masih melalui beberapa kota besar di pulau Jawa, salah satunya Surabaya.
Menindaklanjuti hal ini, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku terus melakukan berbagai cara agar ekspor tidak lagi melalui kota-kota sentral eskpor, tetapi bisa langsung dari Maluku sebagai daerah penghasil.
Bahkan untuk merealisasikan hal ini, pemda Maluku telah membentuk tim peningkatan ekspor yang terbagi dalam dua satuan tugas (Satgas), yakni Stagas produksi dan satgas pemasaran.
Menurut Kepala Biro Ekonomi dan investasi setda Maluku, Lies Bandjar selaku ketua tim Satgas Pemasaran, kepada awak media di kantor Gubernur, Selasa (25/6), usai rapat tim Satgas mengatakan, dari hasil rapat untuk mencegah hal tersebut, perlu ada regulasi untuk mencegah perdagangan antar pulau.
"Jadi kita rapat ini untuk mencari jalan keluar beberapa permasalahan, sehingga eskpor diharapkan bisa meningkat. Yang menjadi kendala saat ini belum ada regulasi yang mengatur untuk mencegah perdagangan antar pulau," ujarnya.
Dirinya mengutarakan, selama ini untuk eskpor ditentukan langsung oleh konsumen dalam hal ini PT Kamboti, hasil pala dan cengkeh tidak di eskpor langsung dari Maluku, tetapi melalui Surabaya untuk di uji. Padahal di Maluku sendiri, ada laboratorium pengujian baik itu balai karantina, maupun balai besar.
Hasil dari ekpor ini tentu tidak didapat oleh Maluku, namun Surabaya sebagai daerah pengekspor.
"Barangnya milik kita namun tidak tercatat ekspor dari sini," terangnya.
Permasalahan lain, menurutnya Bea cukai juga tidak bisa melarang untuk diantarpulau-kan, karena tidak diatur dalam regulasi.
"Dimana saja yang penting di ekspor, jadi biar barang itu milik kita, eskpor dimana saja bisa, namun sebagai daerah penghasil kita merasa rugi," ucapnya.
Untuk itu kata Bandjar, perlu regulasi yang mengatur untuk mencegah barang diantarpulaukan.
"Untuk itu, kita akan sesuaikan dengan aturan, nanti regulasi itu diperlukan atau tidak, itu tergantung dengan aturan yang mengatur tentang kewenangan atau tidak," pungkasnya,
Dirinya mengungkapkan, jika eskpor bisa dilakukan langsung dari Maluku, maka akan berdampak terhadap naiknya devisa.
"Kalau devisa naik maka Dana Alokasi Umum kita akan naik, kalau DAU naik, tentu akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat Maluku atau multiplayer efek, menurunnya tingkat kemiskinan, begitu juga penganguran, karena akan menyerap tenaga kerja dalam ekspor," jelasnya.
Untuk itu, hal ini pihaknya akan menyampaikan langsung dalam rapat besar dengan tim peningkatan ekspor. Sehingga bisa ada langkah konkrit untuk hal ini.
Namun sayangnya, selama ini rempah-rempah yang diminati Jepang dan Belanda masa penjajahan ini, belum bisa terkelola dengan baik, terutama dalam ekspor, yang masih melalui beberapa kota besar di pulau Jawa, salah satunya Surabaya.
Menindaklanjuti hal ini, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku terus melakukan berbagai cara agar ekspor tidak lagi melalui kota-kota sentral eskpor, tetapi bisa langsung dari Maluku sebagai daerah penghasil.
Bahkan untuk merealisasikan hal ini, pemda Maluku telah membentuk tim peningkatan ekspor yang terbagi dalam dua satuan tugas (Satgas), yakni Stagas produksi dan satgas pemasaran.
Menurut Kepala Biro Ekonomi dan investasi setda Maluku, Lies Bandjar selaku ketua tim Satgas Pemasaran, kepada awak media di kantor Gubernur, Selasa (25/6), usai rapat tim Satgas mengatakan, dari hasil rapat untuk mencegah hal tersebut, perlu ada regulasi untuk mencegah perdagangan antar pulau.
"Jadi kita rapat ini untuk mencari jalan keluar beberapa permasalahan, sehingga eskpor diharapkan bisa meningkat. Yang menjadi kendala saat ini belum ada regulasi yang mengatur untuk mencegah perdagangan antar pulau," ujarnya.
Dirinya mengutarakan, selama ini untuk eskpor ditentukan langsung oleh konsumen dalam hal ini PT Kamboti, hasil pala dan cengkeh tidak di eskpor langsung dari Maluku, tetapi melalui Surabaya untuk di uji. Padahal di Maluku sendiri, ada laboratorium pengujian baik itu balai karantina, maupun balai besar.
Hasil dari ekpor ini tentu tidak didapat oleh Maluku, namun Surabaya sebagai daerah pengekspor.
"Barangnya milik kita namun tidak tercatat ekspor dari sini," terangnya.
Permasalahan lain, menurutnya Bea cukai juga tidak bisa melarang untuk diantarpulau-kan, karena tidak diatur dalam regulasi.
"Dimana saja yang penting di ekspor, jadi biar barang itu milik kita, eskpor dimana saja bisa, namun sebagai daerah penghasil kita merasa rugi," ucapnya.
Untuk itu kata Bandjar, perlu regulasi yang mengatur untuk mencegah barang diantarpulaukan.
"Untuk itu, kita akan sesuaikan dengan aturan, nanti regulasi itu diperlukan atau tidak, itu tergantung dengan aturan yang mengatur tentang kewenangan atau tidak," pungkasnya,
Dirinya mengungkapkan, jika eskpor bisa dilakukan langsung dari Maluku, maka akan berdampak terhadap naiknya devisa.
"Kalau devisa naik maka Dana Alokasi Umum kita akan naik, kalau DAU naik, tentu akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat Maluku atau multiplayer efek, menurunnya tingkat kemiskinan, begitu juga penganguran, karena akan menyerap tenaga kerja dalam ekspor," jelasnya.
Untuk itu, hal ini pihaknya akan menyampaikan langsung dalam rapat besar dengan tim peningkatan ekspor. Sehingga bisa ada langkah konkrit untuk hal ini.
from Berita Maluku Online https://ift.tt/2JaV3RL
via IFTTT