Jakarta, Info Breaking News - Boleh jadi pertanyaan banyak pihak selama ini apakah Setya Novanto akan melakukan upaya hukum terpaling akhir Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng peradilan terakhir, kini terjawab sudah, karena mantan ketua DPR yang juga merupakan mantan ketum Partai Golkar itu menjalani sidang perdana PK hari ini Rabu,28 Agustus 2019 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Apapun anggapan beragam dari sejumlah pihak, namun tak terbantahkan bahwa semua terpidana memiliki hak kontitusi melakukan PK dengan persyaratan adanya bukti baru (novum), atau penerapan pasal yang didakwakan itu ternyata adalah salah.
Hal itulah yang membuat suami tercinta Desti Tagor ini mengajukan upaya hukum PK dengan menggandeng advokat senior Magdir Ismail yang sudah cukup makan asam garam menggeluti dunia peradilan. Apalagi Magdir secara gamblang menjelaskan pihaknya menemukan 5 Novum dalam perkara kliennya.
Menurut Maqdir, keadaan-keadaan baru tersebut terkait putusan yang memuat pertentangan antara yang satu dengan yang lain dan putusan dengan jelas memperlihatkan adanya kekhilafan hakim dan atau kekeliruan yang nyata.
"Novum P-1 [Surat Permohonan sebagai Justice Collaborator tanggal 3 April 2018 dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo], yang menerangkan bahwa tidak ada fakta pemohon PK menerima uang sebesar US$3,5 juta melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo," ujar Maqdir dalam persidangan perdana ini.
Maqdir menuturkan bahwa yang terbukti menerima barang dan uang adalah Diah Anggraeni, Chairuman Harahap, M. Jafar Hafsah, Ade Komarudin, Melchias Markus Mekeng, Agun Gunanjar Sudarsa, dan Azis Syamsudin.
"Novum P-2 yang menerangkan tidak benar Pemohon PK telah menerima uang sebesar US$3,5 juta melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan diserahkan melalui money changer," katanya.
Maqdir menjelaskan bahwa yang terbukti uang yang diterima oleh Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dari money changer PT Inti Valutama Sukses adalah sebesar USD3 Juta. Kemudian uang tersebut diserahkan kepada Dedi Prijono. Untuk penerimaan ini Irvanto Hendra Pambudi Cahyo menerima biaya jasa sebesar SGD30 Ribu.
"Novum P-4 Rekening korak Bank OCBC Singapura North Branch atas nama Multicom Investment membuktikan bahwa Pemohon PK tidak pernah menerima uang sebesar US$2 juta yang dikatakan berasal dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Made Oka Masagung," kata Maqdir.
Dalam Novum P-5 yang merupakan keterangan tertulis dari Jonathan E. Holden, Agen Khusus Biro Investigasi Federal (FBI), menyatakan telah melakukan wawancara dengan Johannes Marliem, membaca dokumen hasil penyidikan dari KPK dan juga memeriksa beberapa rekening Johannes Marliem di Amerika Serikat. Dalam pemeriksaannya terhadap rekening Johannes Marlim.
"Jonathan E. Holden menerangkan bahwa tidak menemukan fakta atau pengakuan ada pengiriman uang sebesar US$3,5 juta kepada siapapun, tidak juga ada pengiriman kepada Juli Hira atau Iwan Baralah atau klien mereka," ujarnya.
Maqdir menambahkan hahwa berdasarkan Novum P-1 sampai dengan Novum P-5 maka seluruh pertimbangan Judex Factie yang menganggap bahwa Pemohon PK telah menerima uang sebesar US$7,3 juta dari Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo adalah keliru dan tidak benar.
"Dengan demikian, maka permohonan PK dari Pemohon PK ini haruslah diterima dan membatalkan Putusan SN Nomor 130/ 2017, dan sudah sepatutnya Pemohon PK dibebaskan dari segala bentuk dakwaan," katanya.
Apalagi dalam amar putusan lalu, Hakim menyatakan Irvanto terbukti secara sah dan meyakinkan telah memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Di dakwaan primer dikatakan dia juga telah memperkaya Novanto sebesar 3,5 juta dolar AS yang diserahkan melalui money changer.
Dalam tiga surat permohonan itu, Irvanto menerangkan tidak ada fakta bahwa Setya Novanto menerima uang.
Apalagi jika lebih dalam digali kebenaran hakiki nya maka mustinya ditemukan sesuatu yang selama ini diabaikan oleh majelis hakim tuinggak pertama, dimana mantan Ketua Umum Golkar itu melampirkan rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch Nomor 503-146516-301 periode tanggal 1 Januari 2014 - 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd.
Dari dokumen itu tidak ada keterangan bahwa Novanto pernah menerima uang sebesar 2 juta dolar AS.
Sementara dalam putusan pengadilan, dikatakan uang itu berasal dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Made Oka Masagung. Novanto mencoba membuktikan sebaliknya.
Belum lagi menyoal keterangan tertulis dari Agen Khusus Biro Investigasi Federal (FBI) AS Jonathan E. Holden tertanggal 9 November 2017. Holden mengaku telah mewawancarai saksi kasus KTP-elektronik Johannes Marliem.
"Dalam pemeriksaannya terhadap rekening Johannes Marlim, Jonathan E. Holden menerangkan bahwa tidak menemukan fakta atau pengakuan ada pengiriman uang sebesar USD3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu dolar AS) kepada siapa pun, tidak juga ada pengiriman kepada Juli Hira atau Iwan Baralah atau klien mereka."
Dalam laporan itu, Holden menyatakan anak perusahaan Johannes Marliem Biormorf Mauritius telah melakukan transfer 700 ribu dolar AS ke rekening Muda Ikhsan Harahap pada Bank DBS Singapore.
"Uang ini kemudian diberikan kepada anggota DPR RI Chairuman Harahap," tulis permohonan itu.
"Anehnya hukuman yang dijatuhkan kepada Setnov sangat tidak sebanding dengan pelaku utamanya Andi Narogong yang hanya dihukum ringan dan banyaknya indikasi seakan balas dendam dan takut kepada pihak KPk yang yang barangkali sudah tersandera masa lalu, dan ditambah lagi ngtrendnya para terdakwa korupsi dihukum dua kali lipat oleh hakim agung Artidjo Al Kutsar yang kini menjadi beban berat yang harus dipikul oleh MA karena hukuman yang berat itulah membuat banyak terpidana menjadi melakukan PK, dan ini artinya sangat menambah beban bagi MA yang harus menampung perkara dari semua penjuru negeri." pungkas Magdir Ismail, advokat teman seperjuan Adnan Buyung Nasution yang legendaris itu, hanya kepada Info Breaking News. *** Emil F Simatupang.