AMBON - BERITA MALUKU. Ketua DPRD Provinsi Maluku, Edwin Adrian Huwae menyatakan, kebijakan moratorium yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sangat merugikan masyarakat di Provinsi Maluku.
Pasalnya, Menteri Susi telah memberikan izin kepada 1.600 armada penangkap ikan untuk beroperasi di Laut Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru dengan produksi 4.100 kontainer setiap bulan.
"Tragisnya, dari 1.600 unit kapal penangkap ikan yang diizinkan Menteri Susi beroperasi di Laut Arafura, ternyata tidak satu pun Anak Buah Kapal (ABK) berasal dari Maluku. Tentunya, Maluku sangat dirugikan dengan pemberlakukan aturan yang diterapkan ini," ujar Huwae kepada wartawan, usai rapat paripurna dalam rangka penyampaian rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan tahun 2019 oleh Gubernur Maluku, yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Rabu (4/9/2019).
Menurutnya, sikap DPRD sudah sangat jelas, yakni mendukung kebijakan Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk Memoratorium sejumlah kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), khususunya di bidang kehutanan, kelautan dan perikanan, serta pertambangan.
"Artinya begini, DPRD ini adalah lembaga politik. Nah, maka dalam sikap DPRD ini mendukung apa yang menjadi pernyataan Pak Gubernur, berkaitan dengan kebijakan Menteri Susi. Bayangkan saja, akibat kebijakan Menteri Susi itu, Maluku tidak dapatkan apa-apa," kata Huwae.
Di satu sisi, kata Huwae, Menteri Susi mengijinkan 1.600 kapal melakukan aksi penangkapan ikan di laut Maluku. Di sisi yang lain, masih ada moratorium dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang belum dicabut.
Menurut dia, moratorium dikeluarkan agar aktivitas penangkapan ikan dihentikan untuk sementara waktu.
"Bagi DPRD, ijin yang dikeluarkan oleh Menteri Susi adalah ijin selundupan. Untuk itu, sudah saatnya masyarakat Maluku menggugat Menteri Susi," tandas Huwae.
Apalagi, lanjut dia, praktek tersebut tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Maluku, termasuk pengujian mutu ikan tidak lagi diterbitkan di Ambon, tetapi saat ini diputuskan di Sorong, Papua Barat.
Pasalnya, Menteri Susi telah memberikan izin kepada 1.600 armada penangkap ikan untuk beroperasi di Laut Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru dengan produksi 4.100 kontainer setiap bulan.
"Tragisnya, dari 1.600 unit kapal penangkap ikan yang diizinkan Menteri Susi beroperasi di Laut Arafura, ternyata tidak satu pun Anak Buah Kapal (ABK) berasal dari Maluku. Tentunya, Maluku sangat dirugikan dengan pemberlakukan aturan yang diterapkan ini," ujar Huwae kepada wartawan, usai rapat paripurna dalam rangka penyampaian rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan tahun 2019 oleh Gubernur Maluku, yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Rabu (4/9/2019).
Menurutnya, sikap DPRD sudah sangat jelas, yakni mendukung kebijakan Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk Memoratorium sejumlah kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), khususunya di bidang kehutanan, kelautan dan perikanan, serta pertambangan.
"Artinya begini, DPRD ini adalah lembaga politik. Nah, maka dalam sikap DPRD ini mendukung apa yang menjadi pernyataan Pak Gubernur, berkaitan dengan kebijakan Menteri Susi. Bayangkan saja, akibat kebijakan Menteri Susi itu, Maluku tidak dapatkan apa-apa," kata Huwae.
Di satu sisi, kata Huwae, Menteri Susi mengijinkan 1.600 kapal melakukan aksi penangkapan ikan di laut Maluku. Di sisi yang lain, masih ada moratorium dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang belum dicabut.
Menurut dia, moratorium dikeluarkan agar aktivitas penangkapan ikan dihentikan untuk sementara waktu.
"Bagi DPRD, ijin yang dikeluarkan oleh Menteri Susi adalah ijin selundupan. Untuk itu, sudah saatnya masyarakat Maluku menggugat Menteri Susi," tandas Huwae.
Apalagi, lanjut dia, praktek tersebut tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Maluku, termasuk pengujian mutu ikan tidak lagi diterbitkan di Ambon, tetapi saat ini diputuskan di Sorong, Papua Barat.
from Berita Maluku Online https://ift.tt/34pb4No
via IFTTT