Kasus Mafia Migas, KPK Panggil Eks Pejabat PES



Jakarta, Info Breaking News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).

Hari ini, Senin (2/12/2019) KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat serta mantan pejabat PT Pertamina yang terkait dengan kasus mafia migas tersebut. Mereka adalah Manager Project Management Office - Share Service Center PT Pertamina sekaligus mantan Manager Controller Pertamina Energy Services Pte. Ltd, Dody Setiawan; mantan Light Distillate - Operation Officer Pertamina Energy Services, Indrio Purnomo; mantan Claim Officer Pertamina Energy Services, Mardiansyah, serta mantan Manager Market Analyst Risk Management & Governance ISC PT Pertamina yang juga Staf Utama Direktorat Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Khairul Rahmat Tanjung.

Keempatnya diperiksa sebagai saksi guna melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Managing Director PES dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto.

"Keempat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BI (Bambang Irianto)," kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Dalam kasus ini, Bambang melalui SIAM Group Holding Ltd, perusahaan cangkang yang didirikannya dan berkedudukan hukum di British Virgin Island diduga menerima suap sekitar USD 2,9 juta dari Kernel Oil Ltd dalam kurun waktu 2010-2013.

Bambang diduga telah membantu Kernel Oil dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.
Kasus ini sendiri berawal sejak tahun 2008 silam dimana Bambang yang saat itu masih bekerja di kantor pusat PT Pertamina bertemu dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES atau PT Pertamina. Bambang kemudian diangkat sebagai Vice President (VP) Marketing PES pada 6 Mei 2009 yang salah satu tugasnya melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero) yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader. Salah satunya dengan Kernel Oil selama periode 2009 hingga Juni 2012. Sebagai imbalannya diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. Untuk mendampung penerimaan tersebut, tersangka Bambang Irianto mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island.
Pada 2012, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu masih menjabat sebagai Presiden RI meminta PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber-sumber utama. Atas arahan tersebut, dalam melakukan pengadaan dan perdagangan, PES seharusnya mengacu pada pedoman yang menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang untuk ikut dalam competitive bidding atau direct negotiation mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan urutan prioritas: NOC (National Oil Company), Refiner/Producer, dan Potential Seller/Buyer. Dengan demikian, perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PES.
Namun, pada kenyataannya tidak semua perusahaan yang terdaftar pada DMUT PES diundang mengikuti tender di PES. Bambang bersama sejumlah pejabat PES menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender. Salah satu NOC yang sering diundang untuk mengikuti tender dan akhirnya menjadi pihak yang mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina (Persero) adalah Emirates National Oil Company (ENOC). Nama ENOC merupakan kamuflase yang digunakan Kernel Oil.
Atas bantuannya itu, Bambang melalui perusahaannya di British Virgin Island, SIAM Group Holding Ltd menerima suap sebesar USD 2,9 juta dari Kernel Oil selama periode 2010 sampai dengan 2013. Dalam mengusut kasus ini, KPK telah meminta Ditjen Imigrasi Kemkumham untuk mencegah pemegang saham Siam Group Holding, Lukma Neska bepergian ke luar negeri. Larangan Lukma Neska bepergian ke luar negeri berlaku selama enam bulan terhitung sejak 2 September 2019. Dengan demikian, Lukma setidaknya tidak dapat bepergian ke luar negeri hingga Maret 2020 mendatang. ***Raymond Sinaga

Subscribe to receive free email updates: