Pendemik dan Barbarisme Politik

Oleh: Ahlan Mukhtari Muslim Soamole*

MELUASNYA wabah tak terkendali telah mematikan manusia, ancaman virus telah mencabik-cabik kekhawatiran rakyat pada kehidupan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, krisis, kemiskinan dan ketimpangan akan menjadi amukan bagi korban pendemi wabah mengena seluruh penjuru dunia ini.

Abad 21 sebagai abad teknologi mengancam kehidupan , tak beriringan dengan kesehatan dunia, pengaharapan teknologi sebagai jalan keluar terhadap efektifitas hidup manusia nampaknya menciptakan ketimpangan dan kemiskinan terhadap ekonomi rakyat semakin tereksploitasi oleh pasar kapitalisme, tak dapat menjadikan kesejahteraan luhur dimiliki oleh seluruh rakyat melainkan dimiliki oligark.

Kemiskinan dan ketimpangan di tengah pendemik mudah teratasi bila Negara (kaya) mampu menyiapkan ketersediaan pangan, kebutuhan pokok rakyat secara menyeluruh. Negara maju mampu merumuskan keadilan itu dengan sesungguhnya tanpa membiarkan kehidupan rakyat tertindas, sebagaimana Jepang, AS merupakan negara maju merespon penyebaran virus mengutamakan pada keberpihakan rakyat.

Mental

Secara psikis tantangan bagi manusia di tengah meluasnya virus ialah menstabilkan  psikologi, emosi dan kesehatan tubuh hal ini tentu cenderung terjadi di Negara berkembang 'mental elit' oligark selalu saja korup.

Kebijakan-kebijakan bagi elit pemerintah untuk mengatur proyek hingga triliunan, kasus staf khusus milineal mengutamakan kepentingan proyek ruang guru pada program pemerintah Jokowi, kepemilikan perusahaan tersebut maka dengan mudah dikelola. 'mental korupsi' di Negara berkembang akan terus-menerus selalu terjadi.

Melimpahnya uang pencegahan dan penanganan covid mencapai 405,1 T merupakan anggaran cukup besar dibandingkan hanya 4 Provinsi. Biaya 405,1 T semestinya selaras dengan human cost berarti terjaminnya kehidupan rakyat di tengah pendemik memarah. Merampok adalah cara 'barbarisme ' masih melekat pada bangsa ini.

Menurut KBBI barbarisme adalah suatu  paham, sifat, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata aturan peradaban. Sebagai negara terjajah imprealisme dan kolonial sehingga peninggalan cara-cara menindas ada terdapat hingga saat ini.

Presiden sebagai eksekutif dalam menjalankan pemerintahan secara keniscayaan memiliki dasar sains amat kuat, memahami kebencanaan, wabah virus, banjir, gempa bumi dll, pemahaman itu implikasi pada pemerintah secara keseluruhan. Namun, prinsip korup itu selalu menjadikan sendi Negara melalui pemerintah merupakan wadah korup terbesar sepanjang abad.

Dewan Rakyat

Tendensi proyek memukau akan berdampak negatif bagi dewan rakyat, suara-suara pembelaan rakyat akan hilang di tengah wabah ini, krisis pangan, ketimpangan, kemiskinan merajalel.

Dewan rakyat dan pemerintah dimudahkan kepemilikan uang, ketika dewan rakyat tak lagi mewakili aspirasi rakyat menentang pemerintah despotik, kecenderungan dewan rakyat ialah korup. Hal ini sebagaimana dikatakan Daren Acemoglu dan Robinson, negara gagal ialah negara memiliki istitusi ekonomi. Dan politik rusak (destruktif), dewan rakyat demikian hanya seremonial di parlemen sehingga ketidakberpihakan elit pemerintah dan dewan rakyat tendensi selalu merusak sendi bangsa dan negara, perkawinan elit dan dewan rakyat membentuk ' barbarisme' dalam praksis politik.

Negara yang benar harus peduli dengan karakter warganya ia harus mendidik dan membiasakan mereka dalam kebajikan, ia juga harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk meraih hal-hal menyangkut sebuah kesejahteraan ekonomi, moral dan intelektual yang diperlukan dalam kehidupan lebih baik, (Henry J. Schmandt, 2015). Sedangkan, barbarisme dalam praksis politik jauh daripada konsep keberpihakan pada rakyat mengutamakan sebuah kemajuan masyarakat.


from Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku https://ift.tt/2z7Ll0Z
via IFTTT

Subscribe to receive free email updates: