Advokat Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL |
|
Jakarta, Info Breaking News - Dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) pada tanggal 26 Juni 2020 kemarin, advokat senior Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL menegaskan pemerintah harus serius untuk membasmi peredaran obat-obatan jahanam yang selama ini menjadi musuh negara yang ketiga setelah korupsi dan terorisme.
Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk membasmi narkoba bukan hanya sebatas aksi seremonial lewat acara konser maupun acara lainnya. Ia menilai hingga saat ini pemerintah belum juga memiliki sense of crisis terhadap narkotika. Hal itu terbukti dari maraknya penyelundupan narkoba, meningkatnya jumlah pengguna narkoba dan bertambahnya napi narkoba di lapas hingga menembus angka lebih dari 60 persen.
"Setiap tahun, Indonesia memperingati HANI yang seolah-olah melawan musuh narkoba. Tapi faktanya serangan infiltrasi narkoba itu masuk dari berbagai arah dan jadi lahan bisnis buat oknum aparat penegak hukum. Artinya, sikap pemerintah dalam menghadapi musuh negara yaitu Narkoba, belum mencapai target ideal yang diharapkan, yang berkaca pada pangsa pasar tadi," kata Hartono, yang ditemui di kantornya di bilangan Jakarta Pusat, pada Jumat (26/6/2020).
Ia mengaku sangat menyayangkan minimnya program dari pemerintah untuk serius menghilangkan narkoba. Selama ini pemerintah hanya membantu Badan Nasional Narkotika (BNN) tapi kenyataannya BNN pun terbatas dan tidak bisa bekerja sendirian, karena langkah pencegahan narkoba ini harus lintas sektoral dengan Kementerian dan unsur terkait.
"Tindak kejahatan Narkotika sudah menjadi ancaman kemanusiaan yang harus diperangi secara bersama di tingkat Nasional dan Internasional, sehingga diperlukan sinergitas dan kerjasama dari berbagai kalangan. Bahaya Narkotika sudah merambah ke berbagai kalangan tanpa mengenal batas usia. Padahal pada awalnya sebatas menggerogoti kalangan produktif pada usia 18-30 tahun," paparnya.
Hartono juga menyoroti lack of strategy atau kurangnya taktik dan langkah-langkah paten dari pemerintah untuk mengatasi narkoba yang akhirnya berujung pada semakin maraknya aksi penyelundupan dan peredaran obat-obat haram.
Sinergitas dan kerjasama untuk menciptakan Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan Narkotika diantara para unsur penegak Hukum pun tidak ada. Pemerintah, lanjutnya, cuma bisa menyadari bahwa Indonesia sebagai pangsa pasar terbesar narkoba se-Asia Tenggara, tetapi belum tau rumus mematikan narkotika itu sendiri.
Maka, di momentum HANI 2020 ini, sudah menjadi tantangan buat pemerintah untuk membuktikan narkoba sebagai musuh negara No. 3, seperti pemerintah saat ini menghadapi pandemi Covid-19 yang melibatkan semua unsur-unsur terkait.
"Kita perlu belajar dari Brunei, Singapore, dan Malaysia, dalam penegakan hukumnya jelas bagi pengedar atau bandar narkoba. Selain itu juga ada kontribusi dari kementerian terkait, dan partisipasi masyarakat juga yang cukup Signifikan terhadap pencegahan dan pemberantasan narkoba," katanya.
Hartono bahkan sampai menyinggung kebijakan Presiden Filipina, Duterte yang memberikan hak kepada siapa pun warga negaranya untuk menembak pengedar narkoba.
"Keputusan buruk tapi di sisi lain itu keputusan yang berani dari President Duterte untuk menyelamatkan jutaan generasi Filipina dari bandar narkoba," tuturnya memberikan pendapat.
Disamping itu, Hartono menilai belum ada kontribusi secara faktual dari kementerian terkait dalam mencegah pengedaran dan penyalahgunaan narkoba. Seperti, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dinilainya belum membuat program supaya generasi muda tidak terpengaruh dari pelaku penyalahgunaan narkoba. Begitu juga dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), harus bisa mencegah bagaimana lintas perdagangan melalui internet.
"Orang bisa pesan narkoba lewat internet, seharusnya bisa terdeteksi oleh Kominfo. Negara kita salah satu pangsa pasar narkoba terbesar di Asia Tenggara, tapi kementeriannya cuek karena mereka pikir hal ini hanya urusan aparat hukum," ucapnya dengan menyuarakan kekecewaan.
Akhir kata, Hartono menjelaskan ada banyak kesempatan untuk memberikan kontribusi menghadapi musuh narkoba ini, tetapi tidak dilakukan semua pihak karena banyak faktor. Seperti merasa bukan tugas dari kementerian, bukan dari tupoksinya dan disayangkan institusi cenderung masih jalan sendiri-sendiri menghadapi masalah ini. ***Emil F. Simatupang