Lontar Ujaran Kebencian di Medsos, Anggota DPRD Kabupaten Buru ini Dipolisikan

NAMLEA - BERITA MALUKU. Akibat diduga melontarkan ujaran kebencian dan nada rasisme kepada Erwin Tanaya alias AT Tanaya di Media Sosial (Medsos), anggota DPRD Kabupaten Buru, Jainudin Saanun akhirnya dipolisikan.

Buktinya, Tanaya melalui kuasa hukumnya, Ambo Kolengsusu telah mendatangi Mapolres Pulau Buru untuk melaporkan oknum anggota wakil rakyat ini, dengan bukti dugaan ujaran kebencian dan rasisme.

"Hari ini pelaporan kami sudah diterima di SPKT dan persoalan dugaan rasisme dan ujaran kebecian ini akan kami kawal ketat sehingga di kemudian hari tak ada lagi pejabat atau masyarakat siapapun yang bertindak sesuka hati," ujar Ambo Kolengsusu kepada wartawan di ruang Sentra Pelayanan Terpadu (SPKT) Polres Pulau Buru usai dirinya melaporkan perkara tersebut, Selasa dini hari (2/6/2020).

Pengacara muda yang akrab disapa Ambonem ini mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan rasisme dan ujaran kebencian wakil rakyat terhadap kleinnya itu, lantaran yang bersangkutan diduga melontarkan hal tersebut di Watsap grup Pansus Covid-19 DPRD Kabupaten Buru pada hari Senin malam pukul 19.30 wit.

Lawyer yang tenar di Kabupaten Pulau Buru ini pun berharap pihak penegak hukum Polres Pulau Buru dalam hal ini pihak Sat Reskrim secepatnya mempercepat proses masalah ini sesuai hukum yang berlaku di negara ini, sehingga yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Mengingat, penghapusan rasis dan etnis diatur dalam uu no. 19 tahun 2016 tentang perobahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 8 ayat 2 pasal 16 junto, pasal 4 huruf B angka 1 UU nomor 40 tahun 2008, semestinya seorang pejabat publik di wilayah NKRI, figur tersebut harus menempatkan posisi dan wibawa-nya untuk menjaga keutuhan bangsa ini.

Dikatakan, tanpa hak maksudnya tak memiliki alas hukum yang sah untuk melakukan perbuatan yang dimaksud. Alas hak dapat lahir dari peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau alasan hukum yang lain. Tanpa hak juga mengandung makna menyalahgunakan atau melampaui wewenang yang diberikan selaku anggota DPRD.

Sedangkan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Kolengsusu juga menenandaskan bahwa, seseorang yang sengaja menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi nada provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut. (AK/SW)


from Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku https://ift.tt/3drlwbF
via IFTTT

Subscribe to receive free email updates: