Ahok Korupsi dan Menistakan Agama, Kok Masih Dibela?!

Ahok Korupsi dan Menistakan Agama, Kok Masih Dibela?!

Penulis : Alifurrahman

Beberapa bulan yang lalu, Ahok terlibat konflik dengan BPK. Ini karena BPK menyampaikan ada kerugian 191 milyar dalam pembelian tanah RS Sumberwaras. Belakangan diketahui bahwa BPK salah melihat posisi tanah, sehingga ada perbedaan harga NJOP dan terjadilah gap harga yang kemudian disebut "ada kerugian negara."


BPK menilai posisi tanah berada di jalan Kyai Tapah, namun BPN menyatakan posisi tanah berada di jalan Tomang Utara. NJOP dua jalan tersebut berbeda cukup jauh, meskipun cukup berdekatan.

Dalam kasus ini, maklum KPK tidak bisa memproses kasus pembelian tanah Sumberwaras sebab semuanya normal, dan BPK salah dalam melakukan audit. Ya meski sampai saat ini BPK tak pernah minta maaf. Soal ini pernah saya bahas di http://ift.tt/2e8aL1F

Kemudian ada juga kasus korupsi reklamasi. Ahok disebut menerima sebesar 392 milyar lewat kontribusi tambahan. Tak tanggung-tanggung, yang beredar adalah kertas (yang katanya) BAP.

Padahal Pemprov DKI tidak menerima uang dalam bentuk cash. Pemberian tambahan kontribusi itu sebagai syarat untuk memperpanjang izin prinsip menjadi izin pelaksanaan reklamasi. Kontribusi tambahan tersebut bukan berupa uang tetapi pembangunan infrastruktur seperti rumah susun sewa sederhana (rusunawa), jalur inspeksi hingga pembangunan pompa air. Selengkapnya bisa dibaca di: http://ift.tt/2f2HYch

Meskipun BPK salah menentukan posisi tanah dalam proses audit, namun sebagian sapi-sapian tetap menganggap Ahok telah korupsi di pembelian lahan Sumberwaras. Ahok kemudian disebut koruptor Sumberwaras.

Kemudian soal reklamasi, meskipun yang ditangkap dan terbukti menerima suap adalah Sanusi Gerindra, namun yang dituduh korupsi adalah Ahok. Padahal kertas BAP yang beredar itu HOAX.

"Artinya ada dua pendapat yang berbeda antara BPK dan KPK. Saya sendiri melihat dan berpendapat mestinya terjadi kerugian negara itu," kata Fadli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

"Pandangan saya, info dari dalam KPK, semua penyidik itu 100%  Ahok bakal jadi tersangka. Tinggal pimpinan KPK berani enggak soal RS Sumber Waras," ungkap Ahmad Dhani di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/5/2016).

Demo "Tangkap Ahok" terkait reklamasi dan Sumberwaras sudah berkali-kali dilaksanakan. Mengerahkan ratusan hingga ribuan massa. Mereka menutut Ahok segera ditangkap. Info salah dan fitnah yang diulang-ulang tersebut kemudian menjadi pembenaran, sehingga sampai sekarang sapi-sapian yakin bahwa Ahok korupsi. Padahal Ahok belum pernah ditetapkan sebagai tersangka terkait Sumberwaras dan Reklamasi.

Sebaliknya, LHI ketum PKS yang sudah divonis penjara karena korupsi, sampai sekarang diyakini tidak terbukti korupsi. LHI ditahan karena konspirasi merusak Islam di Indonesia, begitu pikir sapi dan yang sesapian dengannya. Kenapa? Karena info salah dan fitnah yang diulang-ulang menjadi seperti kenyataan.

"Kesimpulannya ada korupsi, dan pelaku perlu ditangkap. Tapi, karena ini muter-muter, ini mungkin ada kekuatan politik, termasuk perlindungan oleh Presiden. Ini perlu diklarifikasi," kata Fadli Zon. Pernyataan Fadli ini kemudian disebar oleh web sapi-sapian. Sehingga karena sudah diulang-ulang, maka sekarang sudah terbetuk "kenyataan" bahwa Jokowi melindungi Ahok dari kasus korupsi.

Ahok penista agama

Dalam hal kasus Almaidah 51, bermula dari blusukan Ahok ke Pulau Seribu, sosialisasi budidaya. Video sosialisasi kemudian tayang di youtube kemudian diperpendek dan hanya diambil sekilas soal almaidah. Ditambah Buni Yani memprovokasi dengan caption:

PENISTAAN TERHADAP AGAMA? (menggunakan tanda tanya, tapi seolah-olah menyatakan)

"Bapak ibu (pemilih muslim)…dibohongi surat Almaidah 51….(dan) masuk neraka (juga bapak ibu) dibodohi"



Padahal aslinya sebagai berikut:

"Jadi saya cerita ini supaya bapak ibu semangat. Ga usah kepikiran 'ah nanti kalau ga kepilih, pasti Ahok programnya bubar' nggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin pake surat almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya.

Jadi kalau bapak ibu perasaan ga bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, gapapa. Karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu ga usah merasa ga enak. Dalam nuraninya ga bisa pilih Ahok, ga suka sama Ahok nih, tapi programnya kalo gue terima ga enak dong gue hutang budi, jangan!"

Opini sapi-sapian sudah terlanjur terbentuk: Ahok menistakan agama. Ini semua berkat setan Buni dengan segala kalimat provokatifnya. Ditambah dengan fatwa MUI yang menyimpulkan bahwa Ahok memang menistakan agama Islam. Fatwa ini kemudian menjadi legitimasi untuk memvonis Ahok bersalah. Puncak dari semua ini adalah demonstrasi tangkap Ahok.

"Ahok harus ditangkap, kalau tidak, Istana dan DPR kita duduki" kata Rizieq.

Kesimpulan bahwa Ahok menistakan agama sama seperti label bahwa Ahok korupsi Sumberwaras dan Reklamasi. Demonya juga sama, menuntut Ahok ditangkap. Jika soal korupsi Sumberwaras mereka menggunakan temuan BPK, di penistaan agama mereka gunakan fatwa MUI sebagai alasan.

Bedanya hanya di soal sentimen agama. Celah ini kemudian dimanfaatkan oleh sapi-sapian untuk memprovokasi untuk bersikap anarkis. Lihatlah pesan agar memberi wasiat sebelum 4 November, itu kan artinya mereka mau mati di dalam demo, rusuh. Celah ini kemudian dimanfaatkan juga oleh politisi untuk menjegal Ahok di Pilkada DKI. Terlebih, mereka ingin membuat kerusuhan dan melengserkan Jokowi, cita-cita sebagian setan politik sejak 2014. Dari dulu mereka sudah bermimpi mau melengserkan.

Kalaupun tidak berhasil melengserkan, minimal mereka bisa buat keributan di Jakarta, sehingga konsentrasi pemerintah pecah. Goalnya minimal kinerja pemerintah tidak terlalu bagus, agar 2019 nanti peluang mengalahkan Jokowi masih terbuka.

Kalaupun sekarang mereka beralasan mau menuntut keadilan dan hukum ditegakkan, itu hanya kalimat-kalimar setani. Mereka sebenarnya bukan menuntut keadilan dan hukum ditegakkan, tapi menuntut Ahok ditangkap. Persis seperti Sumberwaras dan Reklamasi. Orang-orangnya sama, kader partai yang ikut mendukung dan senada juga sama: Gerindra.

Proses hukum sedang berjalan, penegak hukum sudah mencari bukti dan saksi. Tapi pasukan daster terus menggonggong minta Ahok ditangkap. Ini kan artinya mereka tidak paham hukum karena kebodohannya. Atau mereka tak mau hukum berjalan sebagaimana mestinya, mau main hakim sendiri.

Terakhir, kalau ada yang bertanya kenapa saya membela koruptor dan penista agama? Jawabnya karena dari dulu sapi-sapian sudah mau menjegal Ahok dan Jokowi, kalau sekarang mereka melakukan hal yang sama (hanya beda sentimen), sikap saya akan sama persis seperti saat kasus Sumberwaras dan Reklamasi.

Selengkapnya :
http://ift.tt/2e8ihtt

Subscribe to receive free email updates: