"Setelah satu harga BBM di Papua, titik berikutnya adalah di Kalimantan Utara dan Karimun Jawa," kata Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto pada acara diskusi "Kemandirian Energi" di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Sabtu (29/10/16).
Langkah Pertamina ini merupakan tindak lanjut penugasan dari Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja ke Provinsi Papua pada 18 Oktober 2016. Sebelumnya, harga BBM di Papua jauh lebih mahal dibandingkan di daerah lainnya.
Sambil terus menambah jumlah titik di Papua, dalam waktu dekat kebijakan itu segera diterapkan di Kalimantan Utara dan Karimun Jawa. "Kami segera laksanakan pada November ini. Maluku Utara juga, tapi akan dilaksanakan bergilir," ucapnya.
Menurt Dwi, Pertamina menjamin akan melakukan pengawasan agar satu harga BBM tetap terjaga. Dia menambahkan pihaknya bertanggung jawab untuk mengawasi harga BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum sampai ke tingkat agen penyalur yang ditunjuk langsung Pertamina.
"Kami bertanggung jawab kalau mereka tidak menjual BBM sesuai dengan harga yang telah ditetapkan," ujar dia.
Lain halnya dengan pengecer yang bukan agen resmi Pertamina yang menjual sendiri BBM. Dwi mengatakan, mereka boleh mengambil keuntungan, namun tak boleh terlampau tinggi. "Boleh ada untung, tapi jangan tinggi-tinggi. Saya pikir, nantinya harus ada peraturan daerah yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET)," ucap dia.
Kebijakan satu harga BBM tersebut dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja ke Provinsi Papua pada 18 Oktober 2016. Ia memberikan tugas kepada Menteri BUMN dan Pertamina agar mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berkat kebijakan satu harga itu, BBM di seluruh Indonesia dijual dengan harga sama, yakni Premium Rp 6.450. Sedangkan solar Rp 5.150 per liter di titik serah, yakni SPBU dan penyalur atau agen Premium dan minyak solar. [src/ts]