Kehidupan Malam 'Kalijodo Baru' Tetap Berdenyut di Bulan Ramadan


NasionalJakarta - Warung remang-remang kembali berdiri di kawasan Kalijodo. Kehidupan malam pun berdenyut, meski di bulan suci Ramadan.

Aktivitas kehidupan malam di Kalijodo dimulai setelah petang. Selasa (30/5) kemarin, majalahmandiri.com menyambangi kawasan 'Kalijodo Baru' ini.

'Kalijodo Baru' bisa terlihat jika berkendara di Jalan Kepanduan I. Dari jalan itu akan terlihat bangunan-bangunan semi permanen dengan pintu tertutup. Ada sofa dan meja seadanya diletakkan di depan pintu.


Daeng Jamal, orang yang mengaku mengelola Kalijodo, memberitahu ada kehidupan malam di bawah kolong tol Kalijodo. Dia mengatakan ada kehidupan yang mirip dengan Kalijodo lama sebelum jadi RPTRA.

"Itu kalau malam di sana ramai. Jalan ke sana, sudah ada perempuan yang narik," ucap Daeng Djamal di RPTRA Kalijodo.

Selasa malam, sekitar pukul 21.30 WIB kondisi kolong tol bisa dipastikan. Masuk melalui Jalan Bandengan Utara, akan terlihat truk-truk memarkirkan mobil di bawah tol.

Truk-truk tersebut dalam kondisi mati. Supir truk meninggalkan truknya begitu saja.

Tadi malam, Jalan Kepanduan I tidak begitu ramai. Beberapa pasang sejoli duduk berdua di atas motor menghadap Kali Angke.

Ada pula aktivitas memancing di pinggir kali. Mereka duduk di atas pembatas kali menjaga kail tersangkut ikan.

Tadi malam, tidak ada perempuan berbaris di sepanjang jalan untuk menggoda pengunjung yang lewat. Namun jika menengok ke arah kolong tol, akan terlihat warung-warung dengan penerangan remang. Meski tidak ramai, ada beberapa pengunjung duduk di halaman warung tanpa atap.

Terlihat beberapa motor terparkir di sisi jalan. Tak ada tanda bahwa tempat itu adalah lokasi parkir khusus, hanya ada sekitar tiga orang duduk di atas motor.

"Iya parkir di sini saja," kata salah seorang pemuda.

Lokasi warung tidak jauh dari tepi jalan. Sekitar lima meter menuruni jalan tanah.

Warung tersebut terbuat dari triplek berlantai semen. Lampu penerangan dibuat remang dengan bohlam hijau lima watt.


Ada beberapa pengunjung datang ke warung yang berada di bawah sutet itu. Mereka duduk di kursi plastik dan meja kayu sederhana.

Yang ditampilkan di depan warung adalah rentetan sasetan kopi dan kacang. Namun, jika meminta bir, pelayan akan menyiapkannya dengan gelas berisi es batu. Semua tamu di sana memesan bir, entah bir putih maupun bir hitam.

Di sana, ada tiga perempuan menggunakan baju kaos lengan pendek, dipadu celana di atas lutut. Mereka lebih sering berinteraksi menggunakan bahasa Sunda.

Laki-laki penjaga warung bertanya kepada salah seorang tamu, apakah ingin berkencan dengan perempuan. "Mau ditemenin perempuan, Om?" tanya laki-laki tersebut.

"Tidak usah. Nanti saja," jawab laki-laki yang ditawari.

Laki-laki tersebut mengacungkan dua jempol tanda setuju.


Di warung, ada seorang perempuan yang menemani tamu. Dia mengaku bernama Wati, pendatang dari Indramayu.

Wati bercerita, baru tiga bulan datang ke Jakarta. Sedangkan, warung ini baru dua pekan berdiri.

"Katanya, sebelumnya pernah dibongkar terus dibikin lagi," ucap Wati di warung tersebut.


Wati pun mencoba menjajakan dirinya. Dia menawarkan kepada tamu untuk masuk ke kamar yang ada di dalam warung untuk berhubungan intim.

"Ngamar dulu, yuk," ucap Wati kepada salah seorang pelanggan sambil memegang tangannya.

Kami berada warung tersebut hingga pukul 23.30 WIB. Malam yang terbilang sepi. Tidak ada lantunan lagu remix bervolume tinggi seperti pada diskotek dan klub malam.

 AGEN SBOBET

Subscribe to receive free email updates: