KRAKSAAN,Seiring pesatnya perkembangan tren kopi nusantara di era teknologi informasi saat ini, tidak dipungkiri juga diikuti oleh meningkatnya pemahaman masyarakat awam tentang cita rasa kopi itu sendiri. Dan kini "Ngopi" telah menjelma menjadi sebuah gaya hidup tanpa membedakan klaster – klaster masyarakat, baik itu perkotaan maupun masyarakat pinggiran.
//
Tren Ngopi ini pun seakan memantik keinginan masyarakat luas untuk turut menikmati secangkir kopi yang berkualitas melalui berbagai metode penyajian. Hal ini lah yang kemudian mendorong bermunculannya coffee shop lengkap dengan penyeduh kopi bersertifikat yang bernama barista. Tidak hanya di kota – kota besar saja, namun juga meluas ke daerah pinggiran.
Fenomena ini akhirnya turut memacu para petani dan tengkulak kopi lokal untuk senantiasa menjaga dan menjamin kualitas kopinya. Singkat cerita, hilir mudik perjalanan kopi dari kebun yang akhirnya bermuara pada sebuah cangkir seduh itu seakan membawa gairah baru dalam roda perekonomian nusantara khususnya pada daerah penghasil kopi.
Tak terkecuali di Kabupaten Probolinggo yang kini juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi jenis Robusta dan Arabika berkualitas. Salah satu contohnya adalah Kopi Krucil dan Kopi Tiris yang kini pun mulai menjadi buah bibir para penikmat kopi nusantara baik untuk jenis Robusta maupun Arabika. Meskipun belum se tenar kopi Gayo dan Kopi Toraja namun kualitas dan cita rasa nya layak disandingkan bersama kopi – Kopi kenamaan tersebut.
//
Hal ini diungkapkan oleh Agus Santuso (36), barista muda asal kota Kraksaan yang sudah 5 tahun menggeluti profesi yang terbilang masih cukup langka ini. Kecintaannya terhadap kopi nusantara menyeretnya untuk belajar dan kemudian menekuni bidang ini disebuah coffee shop yang cukup populer di Kota Kraksaan.
Beberapa festival Kopi di sekitaran Jawa Timur pun tidak jarang dia ikuti. Seperti beberapa waktu lalu di Bondowoso yang juga turut mengkonteskan teknik manual brewing dalam acara Festival Kopi Nusantara 3. Sayangnya perjuangannya mewakili Kabupaten Probolinggo saat itu harus gugur di semi final, namun masih ada satu misi yang tetap membuatnya bertahan.
Selain untuk menambah pengalaman dan jaringan, hadirnya para pemerhati dan pengusaha kopi pada setiap event tersebut di manfaatkan Cak Doyok untuk sebisa mungkin mengenalkan kopi lokal Probolinggo kepada mereka.
"Target utama kami sebenarnya menjuarai kontes ini, namun tidak lupa selalu kami kenalkan kualitas kopi kita, alhamdulillah kopi yang kita bawa selalu laris manis diborong para barista dan penikmat kopi dari berbagai daerah," jelasnya sambil berpromosi.
//
Sementara untuk pasar lokal khususnya di coffee shop tempatnya bekerja, Cak Doyok mengungkapkan bahwa ada kenaikan yang cukup signifikan atas permintaan seduhan berbahan dasar kopi lokal. Oleh karenanya setiap bulan, pihaknya kini harus menyiapkan minimal 30 kilogram roastbean kopi lokal disamping Kopi nusantara lainnya.
"Alhamdulillah masyarakat Probolinggo kini mulai paham dan sadar bahwa kopi lokal kita tidak kalah dengan kualitas kopi nusantara lainnya, semoga semakin terus meningkat dan mampu mensejahterakan petani lokal," tandas bapak dua anak ini. (Tri)
REKOMENDASI PEMBACA :