Untuk Kedua Kalinya MA Tolak Gugatan Sonny Franslay Terhadap Hoky Ketum APKOMINDO Yang Sah

Saat Hoky Harus Menjadi Penghuni Lapas Bantul Selama 43 Hari, Bukan Karena Kesalahannya, Hingga Di Vonis Bebas Murni.

Jakarta, Info Breaking News Perseteruan panjang dalam perkara penggunaan Logo yang menempel pada Assosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) sejak beberapa tahun belakangan ini terjadi disejumlah Pengadilan Negeri, terhitung sejak perkara ini berlangsung diranah hukum Pengadilan Negeri Bantul,DIY Jogjakarta, PTUN Jakarta, PN>Jakarta Barat, juga di PN. Jakarta Pusat, dan yang terakhir di PNJ Jakarta Selatan, hingga hingga kini sedang berjalan.

Panjangnya dan ruwetnya persoalan hukum yang hanya bermula dari penggunaan logo yang memang diciptakan oleh Sonny Franslay sebagai mantan ketua umum APKOMINDO,dimana logo tersebut  sudah digunakan oleh para anggotanya yang tersebar dipelosok daerah, dan secara umum mereka para anggota merasa yakin bahwa logo tersebut sudah menjadi milik bersama, namun nyatanya sangat pahit bagi ketum APKOMINDO Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky, karena setelah Sonny Franslay tidak lagi terpilih menjadi ketum APKOMINDO itu, mendadak Sonny Franslay bersama sejumlah sekutunya secara keroyokan melaporkan Hoky kepihak berwenang secara beruntun seakan tak pernah habisnya dendam serta kebencian Sonny Franslay cs terhadap penggantinya itu.

Tercatat sampai dengan berita ini ditayangkan, sejak Hoky terpilih menjadi Ketum APKOMINDO telah menghadapi  12 Perkara Pengadilan dan 5 Laporan Polisi berkaitan dengan kegiatan APKOMINDO.

Dari 12 Perkara di sejumlah Pengadilan, sudah 9 Perkara yang telah selesai dengan hasil dimenangkan oleh Ir. Soegiharto Sanjtoso alias Hoky sebagai Ketum APKOMINDO yang sah berdasarkan SK MenkumHAM RI Nomor: AHU-000478.AH.01.08.Tahun 2017.

Bahkan hingga saat ini tercatat Dua perkara yang sudah diputus ditingkat MA dimenangkan oleh Hoky, yaitu perkara di PTUN Jakarta dan perkara Apkomindo yang berasal dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Perkara Nomor 919 K/Pdt.Sus-HKI/2018 yang semula beromor 53/PDT.SUS-HKI CIPTA/2017/PN.JKT.PST  telah diputus 8 Oktober 2018 lalu, sebelumnya MA juga telah menolak kasasi perkara nomor 483 K/TUN/2016 yang semula bernomor 195/G/2015/PTUN.JKT dan telah diputus 01 Desember 2016 kedua perkara tersebut diajukan oleh Sonny Franslay.

Sejumlah media bahkan masih merekam proses panjang digelarnya persidangan perkara Nomor 53 itu di PN Jakarta Pusat, dimana sejak awal Hoky yang langsung berhadapan dengan Bos PERADI Prof. DR. Otto Hasibuan SH MM, pihak kuasa hukum lawannya, hingga berakhir dengan kemananganj mutlak bagi Hoky situkang insinyur melawan sang profesor ditingkat MA.

Kemenangan Hoky dan penolakan kasasi yang diajukan oleh Sonny Franslay itu dapat dengan mudah dilihat oleh publik pada website Kepaniteraan MA secara online.

Mirisnya kemenangan demi kemenangan yang diraih Hoky itu bermula dari masa kepahitan yang harus dialami oleh Hoky, dimana dirinya dikriminalisasi secara membabi buta oleh sejumlah oknum karena adanya indikasi suap kotor, menjadikan Hoky sempat menjadi penghuni penjara Bantul selama 43 hari, dan barulah Hoky dibebaskan secara murni oleh majelis hakim PN Bantul DIY Jogjakarta, karena dinilai tidak cukup bukti atas tuduhan JPU yang sempat menuntut Hoky 6 tahun penjara dan denda Rp 4 Miliyar.

Putusan bebas PN Bantul itulah yang kini dimohonkan oleh pihak JPU pada tingkat kasasi dengan nomor 144/K/PID.SUS/2018  yang semula bernomor 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl, yang hingga kini masih sangat dinantikan segera putus sehingga perkara yang sepele berawal hanya dari penggunaan logo yang digunakan oleh salah seorang anggota di Bantul, yang semula dinyatakan sebagai tersangka, namun nyatanya hingga kini tidak pernah dituntut hingga merembet secara liar diranah hukum menghantam Hoky sebagai Ketum APKOMINDO.

Sejak awal diketahui, Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky, Ketua Umum APKOMINDO, telah menggugat hak cipta logo APKOMINDO yang diklaim secara sepihak oleh Sonny Franslay atas nama pribadinya.

Hoky mengajukan gugatan di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat dan kasus perdata itu telah divonis N.O , kemudian atas putusan Hakim, pihak Sonny Franslay mengajukan kasasi, dengan melarang Hoky selaku Ketum Apkomindo menggunakan logo Apkomindo, bahkan didalam gugatannya ada permintaan ganti rugi materil 9 Miliar dan immateriil 15 Miliar, sehingga totalnya sebesar 24 Miliar.

Ketidakcermatan Putusan Hakim PN JakPus dalam Gugatan Logo APKOMINDO

Terkait dengan putusan N.O, Hoky kepada wartawan mengungkapkan bahwa Gugatan atas hak cipta seni logo APKOMINDO di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat beberapa waktu yang lalu masih menyisakan problematika hukum.  "Hal ini menjadi perhatian kalangan akademisi dan praktisi hukum di negeri ini." kata Hoky di Jakarta, Jumat  26 Oktober 2018.

Menurut Hoky, sebuah tulisan ilmiah yang dimuat oleh Jurnal Refleksi Hukum Volume 2 Nomor 2, April 2018 yang ditulis oleh Vincent Suriadinata, telah menyoroti kasus ini (Tulisan dapat diakses dan dibaca melalui link https://ift.tt/2O55o1P).

"Ketika memutus N.O,  majelis hakim PN JakPus dinilai sangat tidak cermat dan dapat dianggap melampaui kewenangannya dalam mengadili perkara tersebut," terang Hoky mengutip Jurnal Refleksi Hukum yang ditulis oleh Vincent.

Menurut Hoky, perlu dipahami bahwa salah satu prinsip penting dalam hukum administrasi negara adalah asas "Presumptio Iustae Causa" yang menyatakan bahwa setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.

"Secara tegas dinyatakan bahwa pihak yang berwenang untuk menyatakan penundaan pelaksanaan atau sah tidaknya suatu KTUN adalah hakim administrasi." terang Hoky.

Menjadi sebuah persoalan hukum manakala dalam putusan perkara nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2017/PN Jkt.Pst antara Penggugat yakni Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (DPP APKOMINDO) yang diwakili oleh Ir. Soegiharto Santoso sebagai Ketua Umum dan Muzakkir sebagai Sekretaris Jenderal dengan Tergugat Sonny Franslay dan Direktur Hak Cipta dan Desain Industri dinyatakan tidak dapat diterima.

Salah satu pertimbangan majelis hakim yang diketuai oleh Marulak Purba, SH., MH. didampingi oleh hakim anggota Kisworo, SH., MH. dan Endah Detty Pertiwi, SH., MH. menyatakan SK Menkumham yang menjadi legal standing DPP APKOMINDO harus diuji keabsahannya terlebih dahulu sehingga mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima.



"Padahal SK MenkumHAM RI Nomor AHU-000478.AH.01.08.Tahun 2017 yang menjadi Legal Standing DPP APKOMINDO merupakan KTUN yang sah karena telah memenuhi unsur-unsur suatu penetapan tertulis; dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara; berisi tindakan hukum tata usaha negara; Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; bersifat konkrit, individual dan final; dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata." kata Hoky.

Pertimbangan majelis hakim yang menyatakan bahwa DPP APKOMINDO harus terlebih dahulu memperoleh pengukuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga belum dapat dikualifisir sebagai pengurus APKOMINDO yang sah maka Penggugat tidak punya hak dan tidak punya kualitas untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini untuk dan atas nama DPP APKOMINDO sangat tidak cermat dan merugikan pihak pencari keadilan di PN JakPus.

Dalam pandangannya, menurut Hoky, Majelis hakim dalam perkara ini telah melampaui kewenangannya karena hakim pada peradilan umum tidak memiliki kewenangan untuk menilai sah tidaknya sebuah KTUN. "Pertimbangan ini secara tidak langsung telah mengabaikan SK MenkumHAM RI Nomor AHU-000478.AH.01.08.Tahun 2017 yang menjadi Legal Standing DPP APKOMINDO." kata dia.

Padahal, menurut Hoky, Asas Presumptio Iustae Causa, menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap KTUN  yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum. Jika hendak melakukan penundaan KTUN maka harus diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan merupakan hak dari pihak yang merasa kepentingannya dirugikan.

"Jika penundaan pelaksanaan KTUN tidak dimohonkan, maka hakim sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk memutus penundaan pelaksanaan KTUN, terlebih yang menangani perkara ini adalah hakim peradilan umum." Kata Hoky.

Apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim Agung MA

Kendati demikian, Hoky menyatakan sangat senang begitu mengetahui, kasasi yang diajukan Sonny Franslay telah ditolak lagi oleh Majelis Hakim Agung di MA dan prosesnya sangat cepat sekali, terlihat jelas proses perkaranya pada  website https://ift.tt/2PUvKFt  bahwa berkas perkara masuk pada tanggal 17 September 2018, kemudian  distribusi pada tanggal 24 September 2018, selanjutnya  perkara diputusan pada tanggal 08 Oktober 2018, artinya hanya dalam waktu hanya 14 hari saja kasasi yang diajukan oleh Sonny Franslay langsung ditolak oleh Majelis Hakim Agung MA, meskipun Sonny Franslay telah menggunakan jasa Pengacara sangat terkenal, untuk itu tentu kita perlu memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim Agung di MA yang menangani perkara tersebut, yaitu para Yang Mulia Hakim Agung; Zahrul Rabain., SH., MH, Dr. Ibrahim, SH., MH., LL.M. dan DR. Yakup Ginting, SH., C.N, MKn serta Panitera Pengganti; Jarno Budiono, SH, ujar Hoky dengan wajah sumringah.*** Emil F Simatupang.



Subscribe to receive free email updates: