Sidang Kasus Pajak Fiktif Kembali Bergulir, Hakim Kembali Tegaskan Jangan Main-Main dengan Uang Negara

Ketiga saksi Daud Halim, Iksan Halas dan Erik Ratulangi saat bersaksi di hadapan Majelis Hakim

Jakarta, Info Breaking News – Sidang lanjutan perkara penggelapan pajak dengan terdakwa Bambang Sukamto hari ini kembali dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dan dipimpin oleh Hakim Gede Ariawan, S.H., M.H. yang didampingi oleh dua hakim anggota, yakni Hermawansyah, S.H., M.H. dan Arumningsih, S.H.

Terdakwa Bambang terlihat datang didampingi oleh tim penasehat hukumnya, Ferry Yuli Irawan, S.H., M.H., Andi Faisal, S.H., M.H., Daniel Setiyawan, S.H., dan Fajar Gloria Sinuraya, S.H. dari Kantor Hukum Sentral & Partners.

Dalam gelaran sidang hari ini, Jaksa Penuntut Umujm (JPU) menghadirkan sejumlah saksi, yakni Daud Halim dan Iksan Halas yang diduga menerima kucuran dana sebesar Rp 8,6 miliar untuk pembuatan pembayaran pajak fiktif serta Erik Ratulangi.

Daud sendiri berperan sebagai penghubung. Iksan adalah anak buah Daud yang berperan mencari pengguna jasa, sedangkan Erik adalah karyawan PT. Multi Guna yang tidak lain adalah pengguna jasa pembayaran pajak fiktif.

Dari perbuatannya, Daud mendapat bagian sebesar 20 persen dari total 30 persen yang dibayarkan oleh perusahaan pengguna jasa ini dan dibayar melalui rekening Bank BCA. 10 persen sisanya diambil oleh Erik sementara Iksan mendapat bagian dari Daud.

Tersangka lain yang juga merupakan saksi kunci, David Zulvikar sebenarnya dijadwalkan hadir untuk bersaksi namun ia tidak hadir dalam persidangan.

Menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa tentang siapa yang memperoleh keuntungan terbesar saksi ahli menjawab bahwa yang berpotensi memperoleh keuntungan terbesar dalam penggunaan faktur fiktif adalah perusahaan yang mengkreditkan faktur tersebut, sementara para pembuat faktur hanya memperoleh komisi.

Menjawab pertanyaan hakim tentang delik dalam Undang-Undang KUP dibedakan antara pembuat faktur fiktif dengan pengguna faktur fiktif, perusahaan yang telah menggunakan faktur fiktif tetapi bersedia membayar hutang pajaknya beserta denda pidananya gugur dan dianggap sebagai pelanggaran administratif. Sementara bagi pembuat faktur fiktif diterapkan delik formal.


Ketika ditanya oleh JPU apakah ada kerugian negara yang timbul dari pengguna faktur fiktif setelah perusahaan itu membayar pajaknya, saksi menjawab tidak ada, tetapi negara dirugikan dari si pembuat faktur fiktif  namun saksi tidak dapat menjawab pertanyaan penasehat hukum terdakwa darimana kerugian negara timbul mengingat si pembuat faktur fiktif tidak memungut pajak dari siapapun.

Sampai dengan hari ini belum terungkap siapa pembuat faktur fiktif tersebut dan semua saksi yang dihadirkan tidak satupun mengenal terdakwa bahkan tidak pernah berhubungan atau komunikasi dengan terdakwa.

Sebelumnya, kepada JPU hakim bertanya apakah oleh penyidik melakukan pemblokiran atau penyitaan atas rekening Daud dan Iksan, namun JPU menjawab bahwa tidak ada pemblokiran atau penyitaan atas rekening tersebut.

Hakim pun menegaskan baik kepada penyidik dan JPU agar jangan ragu-ragu untuk melakukan penyitaan dan pemblokiran rekening jika terindikasi ada tindak pidana yang merugikan negara. Kalau perlu minta bantuan PPATK.

Hakim melanjutkan bahwa persidangan akan sia-sia jika uang negara tidak dapat dikembalikan. Karena pembayaran pajak negara itu dipergunakan untuk pembangunan. Walau hanya Rp 1 pun jangan main-main degan uang negara. ***Paulina

Subscribe to receive free email updates: