Jakarta, Info Breaking News - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki tupoksi dan doktrin menyikat habis para koruptor, sangatlah disesalkan jika hanya melihat dari sisi penyimpangan yang ada didalam kasus proyek PLTU Riau Satu, menjadikan sejumlah pejabat publik dan orang hebat dinegeri ini menjadi terkapar didalam penjara akibat sisi hukum yang dilihat, padahal kalau saja gedung Merah Putih Kuningan Jakarta itu mau berkolaborasi dengan sejumlah pakar ekonomi dan pebisnis nasional, mustinya juga melihat dampak positip mega proyek PLTU Riau 1 itu sebagai pilar kuat memperbaiki nasib ekonomi rakyat sekaligus sebagai pemasukan dasyat buat pemerintah secara berkesinambungan yang bisa memperbaiki banyak sendi perbaikan ekonomi bagi anak bangsa.
"Lebih dari itu, kalau saja tidak ada unsur korupsinya. Kalau saja niatnya tulus. Saya harus angkat topi. Skema PLTU Riau-1 itu sangat bagus. Semua pihak diuntungkan. BUMN/PLN diuntungkan: punya saham mayoritas (51 persen) hanya dengan setor uang kontan 10 persen. Tidak sampai dsitu, Negara juga sangat diuntungkan: mendapat sumber listrik murah. Hanya 5,6 cent dolar/kWh (Bandingkan solar cell sekitar 12 cent dolar), termasuk juga bahwa Pengusaha diuntungkan: dapat proyek. Lebih diuntungkan lagi: tambang Batu baranya di Peranap (Riau) laku." ungkap Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN yang paling fenomenal, karena tidak bisa terbantahkan, Dahlan Iskan yang juga dikenal sebagai jurnalis tangguh nasional pemilik Media Jawa Pos Grup itu, kepada Info Breaking News, dalam wawancara eksklusif via Seluler, Kamis (6/6/2019),
Pertama: soal saham.
" Mana ada pengusaha swasta yang mau minoritas (49 persen) tapi harus setor 90 persen. Mana ada perusahaan swasta yang berpartner dengan anak PLN yang partnernya itu hanya setor 10 persen. Mana ada bank yang mau memberikan pinjaman dengan skema saham seperti itu.Ternyata ada. Contohnya PT Samantaka. Anak perusahaan Black Gold. Milik Johannes Kotjo dan Setya Novanto itu" kata Dahlan
Lebih lanjut menurut Dahlan, Tentu Samantaka hanya setor 49 persen. Sesuai porsinya. Lalu Samantaka harus meminjami anak perusahaan PJB (PJB anak perusahaan PLN) sebesar 41 persen. Betul. Itu bukan setoran. Itu pinjaman. Disebut pinjaman modal dari pemegang saham. Shareholder loan.
Mustinya pihak KPK mau melihat sisi pentingnya buar masyarakat luas apa yang dihasilkan proyek cemerlang PLTU 1 itu secara ekonomi kerakyatan, apalagi yang saya harus salut pada Dirut PLN Pak Sofyan Basyir adalah: pinjaman itu bunganya hanya 4,125 persen. Dalam dolar. Murah sekali. Bunga komersial saat ini sekitar 6-8 persen.
"Di sini saya melihat betapa geniusnya dan pintar kepintaran Pak Sofyan ada dua: bisa dapat saham mayoritas dan bisa dapat pinjaman modal dari partner dengan bunga murah. Besarnya bunga itu sesuai dengan bunga obligasi yang diperoleh PLN dari pasar uang global. Global bond.
Ketika disinggung mengapa Samantaka mau?
"Skema berikut ini yang semula otak saya tidak sampai. Otak saya terlatih untuk berpikir sederhana. Tidak mau ruwet-ruwet. Tapi sebenarnya ini juga tidak ruwet. Ini sangat biasa terjadi di pasar uang. Biasa sekali. Semua ini karena Samantaka memiliki tambang batu bara. Lokasinya di Peranap. Semua pelaku batu bara tahu: di Riau tidak ada batu bara yang bagus. Tidak seperti di Kalimantan atau Sumsel." kata Dahlan
Sebagaimana diketahui, Batu bara di Riau kalorinya rendah. Sekitar 3.000 kalori. Tingkat abunya juga tinggi. Dan kadar airnya luar biasa.Tambang batu bara seperti ini sulit dipasarkan. Di tambang sendiri biaya tambangnya mahal. Harga jual batu baranya murah.Hanya jagoan sekelas Johannes Kotjo yang bisa melihat lubang seperti ini. Atau jagoan sekelas Setya Novanto. Bayangkan: dua jagoan itu berkumpul di Samantaka. Kalau dua jenis manusia seperti itu kawin pastilah bisa lahir ide seruwet apa pun.Tapi sayangnya pihak KPK tidak mampu melihat sisi posistip ini, karena syahwat pemberantasannya terlalu dominan ketimbang memikirkan jauh kedepan, sehingga harus berani kita sebutkan KPK terlalu terburu buru mempersoalkan sisi hukumnya yang sesungguhnya sangat dipaksakan, padahal proyek PLTU Riau 1 itulah yang dirindukan pemerintah dan rakyat bertengger direpublik ini.
Padahal sudah sangat tepat bahwa Samantaka mengajukan izin. Agar ditunjuk oleh Dirut PLN untuk membangun PLTU di mulut tambang itu. Menurut aturan, PLN hanya boleh menunjuk anak perusahaannya sendiri. Tidak boleh menunjuk swasta. Kalau swasta mau ikut harus lewat tender.
Hal inilah yang membuat munculnya ide cemerlang, dimana Samantaka bergabung ke cucu perusahaan PLN. Dan sebagai minoritas (49 persen). Cucu perusahaan PLN itulah yang ditunjuk langsung untuk membangun PLTU. Dengan perjanjian PLN akan membeli listriknya. Selama 30 tahun. Dengan harga 5,6 cent dolar tadi.
Karena memang sangat wajah jika akhirnya Samantaka harus meminjami cucu perusahaan PLN sebesar 49 persen dari modal. Dengan demikian si cucu hanya setor 10 persen dapat saham 51 persen.
Cucu PLN tidak punya uang kalau harus setor 51 persen. Untuk setor 51 persen diperlukan uang sekitar Rp 1,2 triliun.
Dari hitungan itu berarti Samantaka ini uangnya luar biasa banyak. Untuk setorannya sendiri (49 persen) kira-kira Rp 1,2 triliun. Untuk meminjami cucu PLN kira-kira Rp 1 triliun.
Dari mana dapat uang sebanyak itu? Harus kontan pula?
Lahirlah ide hebat berikutnya:
Samantaka diakui sebagai anak perusahaan Black Gold. Yang statusnya perusahaan publik di Singapura.
Dengan status seperti itu maka bila surat penunjukan PLN ditandatangani harga saham Black Gold akan melonjak. Apalagi kalau perjanjian jual beli listrik (PPA)-nya juga sudah ditandatangani.
Dua-duanya sudah ditanda tangani.
Dengan dua surat itu nilai tambang yang sulit mau diapakan tadi menjadi black gold. Batu baranya langsung laku selama 30 tahun.
Harga sahamnya langsung melejit. Mestinya. Nilai kenaikan harga saham Black Gold di pasar modal Singapura itu sudah cukup untuk menutup yang triliun-triliun tadi.
Belum lagi harga saham yang sudah tinggi itu masih bisa dijaminkan ke bank. Untuk kredit jenis ini perusahaan bisa mendapat fasilitas bunga murah di Singapura. Hanya sekitar 2 persen. Kalau sebagian uang pinjaman itu dipinjamkan ke cucu PLN dengan bunga 4,125 persen masih dapat untung lagi dari selisih bunga itu.
"Semua itu bagus. Pintar. Hebat. Tidak ada yang melanggar hukum. Menguntungkan semua pihak.Mustinya sisi ekonomiu kerakyatan inilah yang perlu dikaji oleh pihak KPK yang terlanjur membumi hanguskan dengan membawa persoalan skala bisnis nasional, menajdi persoalan hukum yang tidak perlu terjadi. Karena peristiwa PLTU Riau 1 yang sudah menelan sejumlah orang hebat menjadi korban, sehingga dampaknyapun membuat banyak pihak pebisnis apalagi pemodal domestik dan investor luar, menjadi trauma dan takut menjadikan sumber alam negeri ini, yang selama ini diam tak tergali,padahal dunia mengakui betapa dasyat dan kayanya negeri ini." pungkas Dahlan.*** Emil Simatupang.