Oknum KPK nya harus segera dibasmi dan diborgol |
Jakarta, Info Breaking News - Terungkap dihari kemenangan yang fitri, ternyata Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak jujur bahkan diduga melakukan kejahatan korupsi uang negara, karena adanya sejumlah penyimpangan yang ditemukan oleh BPK.
Dalam Sidang Paripurna DPR RI belum lama ini, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) menyampaikan penilaiannya atas laporan keuangan pemerintah yg terdiri dari 86 kementerian/lembaga terkait penggunaan APBN 2018.
Secara rinci, Laporan keuangan kementerian/lembaga 2018 yang sesuai standar BPK terdapat 82 laporan (95 persen mendapat predikat WTP). Lalu, 4 laporan sisanya mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Adapun, 4 laporan yang mendapat WDP adalah Kementerian PUPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyayangkan lembaga anti korupsi seperti KPK penyajian laporan keuangannya tidak lengkap sehingga memperoleh predikat WDP.
"Seharusnya KPK sebagai lembaga anti korupsi memberikan contoh pelaporan keuangan yang akuntabel, transparan dan berintegritas," tegasnya kepada Info Breaking News, Sabtu (8/6/2019) di Jakarta.
Politikus PDIP itu menjelaskan dalam pasal 5 UU No.30 Tahun 2002 sangat jelas kewajiban dasar KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam pemberantasan korupsi berasaskan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.
Ketika penyajian laporan keuangan KPK mengenyampingkan asas akuntabilitas, keterbukaan dan integritas, maka disinilah pangkal terjadinya indikasi korupsi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini masalah serius dan sangat mendasar. Mustahil memberantas korupsi kalau tubuh KPK masih digelayuti benalu korupsi.
"Selama ini KPK selalu mengklaim lembaganya menerapkan prinsip "zero tolerance" dan zona integritas dalam tata kelola lembaga anti korupsi tersebut. Kalau KPK konsisten dan konsekwen dengan prinsip zero tolerance dan berintegritas harusnya laporan keuangan KPK tidak memperoleh opini WDP. Itu ukuran sederhananya," pungkasnya.
Ia pun meminta pimpinan KPK harus menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait laporan keuangannya yang berpredikat WDP. Sesuai tagline KPK, "berani jujur hebat".
Ia mendesak publik berhak mempertanyakan dan menagih integritas KPK. Karena menurut Masinton bukan kali ini saja laporan keuangan KPK bermasalah.
Sebelumnya BPK RI dalam laporan auditnya terhadap KPK pada tahun anggaran 2015 (meskipun memperoleh opini WTP), namun terdapat beberapa temuan yang signifikan, antara lain;
a.) Adanya kelebihan Gaji Pegawai KPK yakni pembayaran terhadap pegawai yang melaksanakan tugas belajar berupa living cost namun gaji masih dibayarkan sebesar Rp 748,46 juta.
b.) Realisasi Belanja Perjalanan Dinas Biasa tidak sesuai Ketentuan Minimal sebesar Rp 1,29 miliar.
c.) Perencanaan Pembangunan Gedung KPK yang tidak cermat sehingga terdapat kelebihan pembayaran Rp 655,30 juta (volume beton).
Selain itu, hasil audit BPK pada tahun anggaran 2016 terdapat juga beberapa temuan yang signifikan, antara lain:
a.) Aturan pengangkatan pegawai tetap KPK yang telah memasuki batas usia pensiun (BUP) tidak sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan dalam Peraturan KPK Nomor 05 Tahun 2017 menyatakan bahwa BUP adalah 58 tahun, oleh karena itu terdapat 4 pegawai yang tidak dipensiunkan walaupun telah melewati usia 56 tahun.
b.) Keterlambatan penyelesaian delapan paket pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 2,01 miliar.
c.) Terdapat 29 pegawai/penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya.
Dari hasil investigasi dilapangan dan laporan para LSM dan mitra Media, dalam waktu dekat ini akan diberitakan secara besar besar sejumlah kesalahan fatal dan penyimpangan yang sangat kompleks ditubuh KPK sehingga sangat merugikan anak bangsa yang mau berkembang dalam bisnis maupun manuver tehnologi tingkat dunia, sedang KPK dinilai baru sekedar hanya ganas dalam penangkapan OTT , belum sampai ke tinkat pencegahan
Hal semacam inilah yang membuat seorang negarawan Fahri Hamzah dan segelintir orang yang sejak awal sampai mati nanti, tak akan pernah takut pada KPK, apalagi bisa dibuktikan dan dirasakan oleh mereka yang terpenjara dan keluarga yang sering diperlakukan tidak nyaman oleh lembaga yang seharusnya memiliki tauladan, panutan, tapi kini menjadi pertanyaan dan keraguan bahkan kebencian yang terpaling kesumat. *** Ira Maya / MIL.