Polemik Bisa dan Tidaknya Jaksa Lakukan PK Terhadap Bebasnya 7 Terdakwa BLBI oleh MA

Jakarta, Info Breaking News - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi melalui jaksa penuntutnya hingga kini masih memikirkan langkah berikutnya terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang beberapa waktu lalu membebaskan 7 terdakwa kasus pembobolan Bank Mandiri senilai Rp 1,8 triliun.
Hal itu dilakukan seiring MA menolak kasasi jaksa atas 7 terdakwa kasus tersebut Atas putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut pihak kejaksaan sudah tidak memiliki upaya hukum lagi termasuk upaya hukum luar biasa atau Peninjauan kembali (PK).
Menurut Supriyadi SH Kuasa Hukum,Rony Tedi salah seorang terdakwa dalam kasus Kredit Bank Mandiri Bahwa Peninjauan Kembali (PK) hanya dapat diajukan oleh terdakwa dan ahli warisnya berdasarkan pasal 263 KUHAP.
"Ya kalau merujuk Pasal 263Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung," ungkap Supriyadi kepada wartawan di Jakarta, kemaren.
Dijelaskannya keinginan Jaksa mengajukan Peninjauan kembali terhadap kasus bank mandiri berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Jurisprudesni Putusan Mahkamah Agung (MA).
"Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI/2013, tanggal 6 Maret 2014, putusan tersebut menguji Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berkaitan dengan pengajuan PK hanya 1 kali.
"Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja," Karena itu Putusan Tersebut hanya menyangkut berapa kali orang dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), bukan memberi ruang kepada jaksa untuk mengajukan Peninjauan Kembali, dan kesimpulannya adalah Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat diajukan oleh penuntut umum.
Berkaitan dengan putusan Sdr. Rony Tedy yang putusannya adalah putusan bebas (vrijspraak), jelas-jelas sudah dikecualikan tidak boleh diajukan Peninjauan Kembali. Mengapa ada larangan seperti itu, coba kita lihat ketentuan dalam Pasal 266 Ayat (3) "Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula".
Jika kita hubungkan dengan Putusan ini yang putusan bebas, maka Jika Peninjauan Kembali ini diajukan oleh JPU, nantinya hakim sudah tidak boleh menjatuhkan vonis hukuman melebihi dari hukuman yang sudah ada, sedangkan putusan Sdr. Ronny Tedi adalah putusan bebas (vrijspraak)/Nihil, lantas apa lagi yang mau diberikan terhadap Putusan Tersebut.
"Intinya, karena Pasal 263 ayat (1) KUHAP hanya menyebutkan terdakwa atau Ahli warisnya yang dapat mengajukan PK dan tidak menyebut Jaksa atau pihak lain yang berhak mengajukan PK, maka dipandang sebagai larangan pengajuan PK bagi Jaksa atau pihak lain," jelasnya.
Dikatakannya Meski sudah di putus bebas oleh MA terhadap para terdakwa kasus kredit Bank mandiri namun pihaknya belum mendapat kan salinan putusan dari Mahkamah Agung.
"Saya belum menerima putusannya, hanya dapat informasi dari media saja, kalau saya baca dari media, alasannya karena Hakim Tipikor Pengadilan Negei Bandung telah tepat dan benar cara mengadilinya. Menurut saya putusan dan cara mengadilinya, pertimbangan hukumnya sudah tepat, karena memang Kerugian Negara Tidak terbukti dan Yang paling penting digaris bawahi tidak ada perbuatan melwan hukum dalam proses kredit tersebut, sehingga tidak ada alasan mempidana orang, siapun orang nya," katanya.
Menurut Supriyadi Bila Jaksa tetap Mengajukan PK hanya akan menghambur hamburkan uang negara saja dan akan menimbulkan tidak ada kepastian hukum di negeri ini.
"Kalaupun jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pasti akan menggunakan biaya dari Negara, jaksa sendiri melanggar hukum karena menggunakan biaya Negara untuk keperluan yang jeas-jelas dilarang dalam Undang-Undang, dan menjadi preseden buruk terhadap kepastian hukum," pungkasnya.

Namun begitu argumentasi Supriayadi ini masih banyak pihak lain yang menyebutkan bahwa bisa saja pihak jaksa yang merupakan sebagai pengacara negara melakukan upaya hukum terakhir melalui pengujian PK, walau satu sisi apa yang disebutkan bahwa dengan PK jaksa itu akan menjadikan tidak adanya kepastian hukum.

Mungkin ada baiknya para pakar hukum menyelenggarakan semacam seminar atau percerahan, guna memberi bekal ilmu kepada para mahasiswa fakultas hukum dan para pegiat hukum, supaya polemik seperti ini tidak menjadi simpang siur sekaligus kemantaban para generasi muda kedepan. *** Emil F Simatupang.

Subscribe to receive free email updates: