Soegiharto Santoso bersama Cepu Supriyanto menyerahkan Memori Banding ke PN JakSel |
Jakarta, Info Breaking News - Diduga berlaku tidak adil, diskriminatif dan tidak disiplin serta menghalangi pengungkapan kasus dugaan tindak pidana pemalsuan data/dokumen dalam surat gugatannya, tiga orang hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan kepada Ketua Komisi Yudisial RI serta kepada Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky. Ketiga hakim tersebut dilaporkan dalam menangani perkara Nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL.
Berdasarkan amar putusan perkara Nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL terdapat tiga nama hakim yang memutus perkara tersebut yakni Ratmoho, SH. MH selaku hakim ketua, dan Haruno Patriadi, SH. MH dan Dedy Hermawan SH. MH selaku hakim anggota.
Sebelumnya, Hoky mengaku telah delapan kali mengirimkan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan juga kepada para hakim yang memutus perkara Nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, serta ditembuskan kepada Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dan kepada Ketua Komisi Yudisial RI serta kepada Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun faktanya hingga kini tidak ada jawaban sama sekali dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan juga dari para hakim.
Kedelapan surat itu lanjut Hoky, isinya mengenai permohonan memperoleh Surat Gugatan Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL yang memang merupakan hak pihak tergugat dan mulai surat ketiga hingga kedelapan (telah 5 surat) mempertanyakan tentang proses pergantian beberapa Hakim yang ternyata tidak sesuai dengan data-data yang ada dikomputer PTSP, bahkan menurut Hoky selama jalannya persidangan belum pernah dikomunikasikan tentang pergantian hakim-hakimnya.
Bahwa sesungguhnya tercatat pada awal persidangan tanggal 21 Agustus 2018, susunan Majelis Hakim adalah Ratmoho, SH. MH dan Sudjarwanto, SH. MH serta Totok Sapto Indrato SH MH, kemudian pada tanggal 24 Oktober 2018 ada perubahan susunan Majelis Hakim menjadi Ratmoho, SH. MH dan Sudjarwanto, SH. MH. serta Haruno Patriadi, SH. MH, namun faktanya ada Hakim Akhmad Rosidin, S.H., M.H. yang tidak terdaftar menjadi hakim hadir menyidangkan sebanyak 8 (delapan) kali dan Hakim Dedy Hermawan, S.H., M.H. yang juga tidak terdaftar menjadi hakim hadir sebanyak 7 (tujuh) kali, ironisnya putusan sidang tanggal 09 Oktober 2019 ditandatangani oleh Ratmoho, SH. MH dan Haruno Patriadi, SH. MH serta Dedy Hermawan SH. MH, padahal nama Dedy Hermawan SH. MH tidak tercatat sebagai hakim yang ditugaskan menyidangkan perkara Nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL.
Soegiharto Santoso bersama Cepu Supriyanto menyerahkan pengaduan ke PT DKI Jakarta |
Sangat disesalkan, ungkap Hoky, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah tiga kali menyurati Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar segera membuat tanggapan/klarifikasi atas masalah yang berkaitan dengan perkara nomor 633/Pdt.G/2018/PN Jkt.Sel, dan telah jelas agar surat ditujukan kepada pihaknya selaku Ketua Umum DPP APKOMINDO dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebagai Provost Mahkamah Agung R.I.
"Namun faktanya surat Ketua PT DKI Jakarta tersebut tetap diabaikan, ini dapat menjadi bukti bahwa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta para hakim yang memutus perkaranya tidak peduli dan tidak disiplin terhadap penegasan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang nota bene adalah Provost Mahkamah Agung R.I," ujar Hoky.
Bahkan menurut Hoky, pihaknya pun dalam persidangan sempat memberitahu kepada majelis hakim bahwa data/ dokumen dalam surat gugatan para pengguat dalam perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, diduga terjadi pemalsuan, namun sangat disayangkan surat gugatan yang diminta hanya diberikan dalam bentuk foto kopi pada tanggal 27 Januari 2020, itupun setelah Hoky mengirimkan surat dan bolak-balik sebanyak 8 (delapan) kali ke PN Jaksel dan tanpa mendapat surat jawaban sama sekali.
"Ini patut diduga ada upaya menghalang-halangi saya untuk mengungkap fakta adanya dugaan tindak pidana pemalsuan data/ dokumen dalam surat gugatannya," tegasnya.
Soegiharto Santoso alias Hoky menyerahkan pengaduan ke BAWAS MA - RI |
Selain dari itu menurut Hoky, di dalam surat Memori Banding telah diuraikan tentang 12 keberatan atas putusan Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, di mana salah satunya ada fakta yang diungkap bahwa patut diduga ada upaya memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dimana jelas hal tersebut merupakan perbuatan pidana.
Karena didalam persidangan Terbanding semula Penggugat yaitu Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail melampirkan bukti P-10, yaitu Akta No. 35 tanggal 27 Desember 2016, Akta Pernyataan Keputusan Rapat APKOMINDO ada tertuliskan bahwa di Jakarta, pada tanggal 08 Desember 2016 telah diadakan rapat pertemuan anggota dari Asosiasi Pengusaha komputer indonesia disingkat APKOMINDO, berkedudukan di Jakarta Pusat, yang Anggaran Dasarnya termuat dalam akta pendirian tertanggal 21 Pebruari 1992 No. 96, yang dibuat di hadapan, Anthony Djoenardi, SH, Notaris di Jakarta, dan terakhir diubah dengan akta tertanggal 24 Juni 2017 No. 55, yang dibuat dihadapan, Anne Djoenardi, SH, MBA, Notaris di Jakarta, yang kedua akta tersebut belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Padahal sesungguhnya Majelis hakim telah menerima dan mengetahui tentang Hoky telah melampirkan bukti TI-9, yaitu Akta Pendirian tertanggal 21 Pebruari 1992 No. 96, yang dibuat dihadapan, Anthony Djoenardi, SH, Notaris di Jakarta, dimana akta pendirian tersebut telah menjadi satu kesatuan dengan telah terbitnya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: AHU-156.AH.01.07 Tahun 2012 tanggal 15 Agustus 2012 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia disingkat APKOMINDO, sesuai dengan bukti TI-5, sehingga tidak benar jika dinyatakan akta tersebut belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
Bahwa Terbanding semula Penggugat bersama kelompoknya sesungguhnya terbukti telah melakukan gugatan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : AHU-156.AH.01.07 Tahun 2012 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan perkara nomor 195/G/2015/PTUN.JKT dan juga mengajukan banding di PTTUN dengan perkara nomor 139/B/2016/PT.TUN.JKT, serta telah melakukan upaya Kasasi ke MA dengan perkara nomor 483 K/TUN/2016 dimana seluruhnya dimenangkan oleh pihak Hoky selaku Pembanding semula Tergugat I.
Soegiharto Santoso alias Hoky menyerahkan pengaduan ke Komisi Yudisial RI |
"Sehingga ini menjadi jelas dan terang benderang tentang diduga sikap ketidakadilan dan keberpihakan majelis hakim yang menyidangkan perkara, sebab sesungguhnya akta pendirian APKOMINDO tersebut telah ada SK KUMHAM RI nya, serta telah diungkapkan dalam persidangan, namun majelis hakim tidak peduli dan tetap memihak kepada Terbanding semula Penggugat, tentu saja ini merupakan fakta yang telah dimanipulasi serta patut diduga ada upaya unsur secara sadar dan secara sengaja dilakukan oleh pihak Terbanding semula Penggugat, yaitu memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP, dimana jelas hal tersebut merupakan perbuatan pidana," ungkapnya.
Kepada awak media pada hari Sabtu, (04//04/2020), Hoky menyampaikan, meskipun dalam kondisi ancaman wabah virus Corona sedang melanda Jakarta, Hoky tetap berusaha mencari keadilan dengan mengantar sendiri surat memori banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Senin, (30/03/2020) dan mengantar sendiri surat pengaduan ke kantor Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan ke kantor Komisi Yudisial RI serta ke kantor Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis (02/04/2020).
Sebagai penutup Hoky menyatakan, "saya sangat mengapresiasi sikap Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yaitu Bapak H. Sunaryo, SH., MH., sebab meskipun surat tidak ditujukan kepada beliau dan hanya sebagai tembusan saja, akan tetapi beliau merespon surat hingga sebanyak 3 (tiga) kali, oleh karena itu saya selalu yakin dan percaya, bahwa institusi Pengadilan akan tetap bekerja secara profesional, berintegritas tinggi, transparan dan tidak memihak untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan dalam proses penegakan hukum di Republik Indonesia." pungkasnya. *** Emil F Simatupang