Jakarta, Info Breaking News - Surat terbuka presenter kondang Indonesia, Najwa Shihab kepada para wakil rakyat bebuntut panjang.
Merasa ternodai akan surat Najwa yang konon dinilai tak berdasar dan tak benar, sejumlah wakil rakyat pun lalu menyerang balik wanita berusia 42 tahun tersebut.
Tak sedikit dari mereka yang menyebut Najwa seorang pribadi yang angkuh dan kerap menimbulkan provokasi dengan ucapan-ucapannya. Sebagian bahkan siap menguak rahasia sang presenter ternama, terlebih terkait dugaan keterlibatannya dengan mega proyek yakni Kartu Prakerja.
Najwa dituding memiliki ketekaitan dengan startup Sekolah.mu, perusahaan yang belum lama berdiri tetapi anehnya justru diberi lampu hijau untuk membawahi proyek triliunan rupiah.
Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat. Apa mungkin Najwa Shihab, sosok yang selama ini dikenal tegas dan aktif menyuarakan kebenaran, ternyata secara diam-diam juga ikut 'bermain' dalam proyek Kartu Prakerja?
Mengenai hal ini, advokat senior Prof. OC Kaligis pun angkat bicara. Melalui suratnya yang dilayangkan untuk para pemimpin dan jajaran DPR RI, ia kembali menyentil sikap arogan Najwa Shihab.
Berikut surat beliau seperti diterima redaksi, Jumat (8/5/2020):
Sukamiskin Jumat 8 Mei 2020
Lagi lagi mengenai Najwa Shihab, jurnalis yang arogan, sinis/sarkas, provokator, angkuh.
Kepada Para Pimpinan Yang Mulia Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dengan segala hormat,
Perkenankanlah saya, Prof Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Lapas Sukamiskin, dalam rangka menyatakan pendapat, memberi masukan kepada yang saya hormati para pimpinan DPR RI dan segala jajarannya, untuk hal berikut ini.:
1. Sebagai mana saya ketahui Najwa Shihab menamakan dirinya seorang jurnalis. Berarti dia pun tunduk kepada Undang-Undang jurnalis dan kode etik jurnalis. Selalu membuat berita imbang atas dasar cover both side, di Amerika sejak tahun 1903 telah didirikan School of Journalist. Pokok pemberitaan adalah a matter of Facts. Bukan berita nista atau fitnah. Karena itu di waktu jurnalis menulis berita, cover both side wajib hukumnya. Bukan menista dulu, baru mengharapkan hak Jawab yang belum tentu dibaca.
2. Saya coba membuka Google untuk mengetahui lebih lanjut serangan Najwa Shihab terhadap kami para warga binaan vonis korupsi. Kata kata sinis, provokatif, arogan, pokoknya kami kami ini dicaci habis-habisan oleh Najwa sebagai manusia sampah masyarakat. Masih lebih bermartabat tulisan Haris Ashar di Medsos mengenai narapidana.
3. Terus terang, sepanjang yang saya ketahui Najwa Shihab juga penyandang gelar sarjana Hukum seorang jurnalis ternama yang banyak membuat berita hukum. Pasti beliau juga sadar dan semestinya mengetahui berapa banyak kovenan-kovenan PBB yang diratifikasi Indonesia seperti misalnya ICCPR, Corruption as Transnational Organized Crime. Semua ratifikasi itu melarang bentuk-bentuk penistaan, penganiayaan terhadap pribadi (torture), perlakuan yang diskriminatif karena melanggar Hak Asasi Manusia. Sayangnya, Najwa sengaja mengesampingkan bahwa telah terjadi diskriminasi terhadap warga binaan vonis korupsi. Sebagian besar yang dari kejaksaan dan kepolisian untuk vonis korupsi, para warga binaan memperoleh remisi sedang remisi dari KPK berlaku secara tebang pilih.
4. Saya sudah sejak semula membela kasus korupsi di pengadilan tipikor. Tidak pernah saya melihat Najwa sebagai jurnalis meliput langsung apa yang terjadi di persidangan Tipikor, terhadap terdakwa yang sudah dipermalukan bahkan ketika penyelidikan baru dimulai.
5. Hal ini terungkap ketika Pasus DPR RI terhadap KPK. Membuktikan betapa tidak bersihnya oknum-oknum KPK. Sayangnya berita negatif ini sengaja dikesampingkan Najwa.
6. Dalam acara pemeriksaan terdakwa korupsi di pengadilan tipikor, lazimnya berita para jurnalis tidak imbang, karena sekalipun terungkap dipersidangan Pengadilan bahwa terdakwa tidak merugikan Negara berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, berita tersebut disensor, demi pencitraan KPK yang oleh jurnalis Pendukung KPK, selalu memberi kesan bahwa oknum-oknum KPK adalas suci, bebas dari pelbagai kejahatan. Saya meluncurkan tiga jilid buku berjudul KPK Bukan Malaikat, dihadiri wartawan Kompas, yang tidak berhasil memberitakan peluncuran buku saya di Lapas Sukamiskin karena yang bersangkutan takut dipecat oleh pimpinan, ketika pemberitaan itu sempat dimuat.
7. Sebagai praktisi, setiap kali sesudah persidangan di Pengadilan Tipikor, para jurnalis, mengambil hasil laporan sidang dari Jaksa KPK. Jelas beritanya tidak cover both side, karena umumnya tuntutan Jaksa KPK selalu copy paste dakwaan, mengesampingkan fakta yang terungkap di persidangan. Hakim karena takut dibully, difitnah KPK, rata-rata mengikuti tuntutan Jaksa KPK. Hal ini lazimnya terjadi di era Hakim Agung Artidjo selaku Ketua Kamar Pidana sejalan dengan kehendak Pimpinan Komisioner KPK, saudara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
8. Khusus mengenai Bambang Widjojanto eks Komisioner KPK sekarang menjabat sebagai salah seorang anggota TGUPP di tempat basah. Bambang Widjojanto yang sampai detik ini untuk kasus pidananya yang telah P-21 masih tetap menyandang title tersangka. Tidak satu putusan pengadilan pun yang merehabiliter nama baik saudara Bambang Widjojanto yang diberi nama harum: ikon pemberantas korupsi. Gaji Bambang dari Anggaran Belanja Pendapatan Daerah yang berjumlah miliaran rupiah ini, dikritisi oleh DPRD DKI, sebagai pemborosan uang negara. Mestinya gaji mereka tidak diambil dari APBD, tetapi dari dana milik Gubernur. Berita semacam ini pasti dikesampingkan Mata Najwa.
9. Bukan saja hanya saya yang pernah mengkritisi Najwa Shihab sebagai jurnalis arogan dan provokator. Banyak golongan pemikir-pemikir sehat termasuk Nyai ibu Dewi Tanjung yang menasehati Najwa agar tidak arogan, tidak provokatif dan rendah hati. Arteria Dahlan anggota DPR, badan legislative pun menyatakan surat terbuka Najwa kepada DPR RI tidak imbang, melanggar kode etik jurnalis bahkan banyak tidak benarnya, bersifat penistaan dan fitnah. Judul surat pun dengan kata pembukaan Tuan dan Puan, mempunya arti ganda mengingat nama ketua DPR RI yang mestinya kita hormati, beliau yang bernama Puan Maharani, dilecehkan oleh Najwa, dengan menyapa para anggota DPR RI yang seharusnya dengan bahasa jurnalis yang santun. Mengapa harus menyapa dengan kata Puan, kata sinis yang dialamatkan kepada ketua DPR RI? Selayaknya disapa dengan kata pembukaan: "Para Pimpinan dan para anggota DPR RI yang saya hormati." Saya yakin seandainya hina dan nista Najwa terhadap DPR RI dilaporkan ke polisi, pasti Najwa yang bertitel Sarjana Hukum tersebut akan berlindung dibawah bendera kebebasan jurnalis. Dalam memfitnah seseorang atau lembaga, yang setiap saat bisa dilakukan dibawah azas kebebasan berpendapat. Fitnah dan nista seorang jurnalis, bukan Pidana sekalipun KUHP mengatur bahwa pencemaran nama baik adalah Pidana menurut KUHP dan Undang-Undang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE). Najwa Shihab lupa bahwa DPR bukan eksekutif.
10. Saya juga membaca kritik keras Arteria Dahlan atas kemungkinan membuka tabir aib, dosa, dan moral Najwa. Semoga terlaksana.
11. Belum lagi mengenai KKN PT Sekolah Integrasi Digital yang dipertanyakan oleh Arteria Dahlan dan dilontarkan oleh Andre Rosiadi anggota Komisi VI DPR yang melibatkan Najwa dalam Proyek Prakerja yang lahir dan ada hubungannya dengan musibah nasional Pandemik Covid-19. Konon sesuai berita medsos, Perseroan Terbatas yang melibatkan nama Najwa baru didirikan tahun 2019. Sekalipun demikian tanpa melalui proses lelang, perseroan tersebut mendapat proyek Kartu Pekerjaan dimana diduga SEKOLAHMU punya hubungan dengan Najwa Shihab. Akibatnya PT yang baru lahir tersebut meraup asset miliaran dan mungkin ratusan miliaran rupiah dari proyek kartu Prakerja. Semoga Bapak Firli Bahuri Ketua Komisioner KPK dan segala jajarannya, kecuali kelompok Novel Baswedan, atas adanya berita ini berani mulai melakukan penyelidikan atas dugaan Korupsi, Kolusi, Nepotisme triliunan rupiah tersebut.
12. Saya banyak menerbitkan buku-buku mengenai korupsi, kejahatan jabatan oknum-oknum KPK dan pendukung-pendukungnya. Buku-buku saya berlabel ISBN, resmi terbit sebagai buku, dengan diri saya sebagai pemegang hak cipta yang sah. Buku-buku itu dapat ditemukan di perpustakaan Hukum Leiden di Belanda, Monash University di Australia, bahkan di perpustakaan Gedung Putih di Amerika. Tentu buku-buku terhadap kritikan KPK dan simpatisannya seperti Prof. Denny Indrayana bebas dari pemberitaan Najwa, karena Najwa tidak lebih dari pada antek-antek KPK. Dua kali saya diterima Presiden Obama di ruang kerjanya, tanpa saya beritakan. Najwa baru sanggup mewawancarai Presiden Jokowi sudah bertindak sebagai jurnalis terhebat di Indonesia. Padahal konon menurut Nyai Dewi Tanjung, Najwa diberhentikan dari Metro TV yang mengangkat namanya, karena melakukan tugas jurnalis di Singapura terhadap konconya Novel Baswedan tanpa mengikuti SOP Metro TV.
13. Saya menggugat Novel Baswedan sebagai pembunuh dan penganiaya salah seorang tersangka Kasus Burung Walet, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena menyangkut tersangka pembunuh Novel Baswedan, saya yakin Najwa tak akan pernah memberitakan perkara Novel Baswedan yang lagi berlangsung di Pengadilan Jakarta Selatan tersebut. Termasuk buku-buku saya berjudul KPK Bukan Malaikat, menyusul buku saya berjudul Mereka yang Kebal Hukum. Semuanya berisi mengenai dosa-dosa KPK yang bebas bebas jurnalis ternama Najwa.
14. Waktu Najwa Ke Sukamiskin, mengapa tidak mewawancarai mereka yang tidak satu senpun merampok uang Negara, tetapi dipenjarakan bertahun-tahun? Bahkan di Sukamiskin ada kawan saudara Agus yang dituduh korupsi, tetapi putusan Mahkamah Agung divonis melakukan pembunuhan. Jelas vonis kepada yang bersangkutan salah alamat. Vonis dengan memakai berkas orang lain.
15. Asal Najwa tahu dan sadar, saya yang katanya termasuk koruptor kakap, saya bukan tersangka OTT di Medan. Saya bukan pemberi uang THR untuk hakim mudik Lebaran yang jumlahnya hanya 5000 dollar Singapura. Walaupun demikian saya divonis 10 tahun jauh di atas pelaku utama advokat Garry yang hanya divonis 2 tahun, Hakim Tripeni yang tidak pernah meminta uang yang mestinya bebas, divonis 3 tahun. Semua vonis jauh d iatas saya yang memang adalah target balas dendam KPK terhadap diri saya. Hakim Tripeni yang tidak pernah meminta uang THR, kehilangan jabatan akibat uang THR tersebut. Mengapa harus menyogok atas putusan perkara saya yang dikalahkan oleh Hakim Tripeni? Bukti putusan Tripeni yang bersih, bebas suap.
16. Bukan anda yang merasakan perlakuan tidak adil itu, tetapi kami kami para korban target KPK.
17. Semoga Kasus Proyek Kartu Prakerja yang melibatkan nama anda tidak berlanjut karena kalau seandainya demikian, mungkin satu saat Anda akan mengerti apa arti menempati dan berdiam di penjara.
Saya berharap tulisan dan masukan saya ini bermanfaat dan terima kasih atas waktu yang para pimpinan dan anggota pergunakan untuk berpartisipasi menaruh perhatian akan surat saya ini, saya yang oleh Mata Najwa diberi label sebagai: termasuk koruptor kakap tanpa satu senpun saya merampok uang negara.
Hormat saya.
Prof. Otto Cornelis Kaligis.
Cc. Ketua Komisioner KPK yang terhormat Bapak Firli Bahuri untuk ditindak lanjuti
Cc. Dewan Pers Indonesia. ***Emil F. Simatupang