Baareskrim Wjib Penuhi Petunjuk Kejaksaan Dalam Penuntasan Perkara

Kabareskrim Mabes Polri Komjen Arief Sulistyanto
Jakarta, Info Breaking News - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memiliki kewajiban memenuhi petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penuntasan berkas suatu perkara.
Demikian disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menanggapi langkah Fireworks Ventures Limited. Dia mendesak agar pemberkasan ulang perkara dugaan penggelapan sertifikat PT GWP segera diselesaikan Bareskrim.
"Wajib bagi penyidik Bareskrim melaksanakan petunjuk yang diberikan Kejagung dalam penuntasan berkas suatu perkara," kata Neta melalui keterangan tertulis, Selasa (25/9/2018).
Setelah penyidik melengkapi petunjuk jaksa, selanjutnya maka berkas dikembalikan ke jaksa agar bisa P-21 atau berkas dinyatakan lengkap. "Selanjutnya (berkas perkara) dilimpahkan ke pengadilan negeri," jelas Neta.
Terkait statmen Neta diatas itu, Berman Sitompul, kuasa hukum Edy Nusantara selaku kuasa Fireworks, meminta penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menuntaskan pemberkasan kembali perkara tersebut dengan memenuhi petunjuk Kejagung untuk menyita tiga sertifikat PT GWP yang dikuasai PT Bank CCB Tbk.
"Sehingga Kejagung bisa segera melimpahkan perkara itu ke pengadilan. Dan biarkan majelis hakim yang memutus," kata Berman kepada Infop Breaking News, Selasa 25 September 2018 di Jakarta.
Berman mengatakan berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-5 yang diterima kliennya, penyidik Bareskrim akan melakukan dua agenda terkait petunjuk Kejagung (P-19), yaitu menyita sertifikat PT GWP yang dikuasai CCB, dan melakukan pemberkasan ulang.
"Kami mohon Bareskrim segera menindaklanjuti dua agenda itu demi kepastian hukum," katanya.
Dalam penggeledahan yang dilakukan tim penyidik Bareskrim pada 15 Maret 2018 di Kantor Pusat Bank CCB, Gedung Equity Tower, SCBD, Jakarta, penyidik mendapatkan konfirmasi dan kepastian bahwa tiga sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT GWP dikuasai dan berada di CCB.
Hal senada belakangan diakui manajemen CCB melalui penjelasan dalam laman resminya, 10 Agustus 2018. Waktu itu, CCB hanya menunjukkan rangkaian dokumen sertifikat PT GWP, dan tidak menyerahkan kepada penyidik Bareskrim dengan alasan penyidik tidak membawa izin penyitaan dari pengadilan.
Penyidik lalu meminta izin ke PN Jakarta Selatan, yang kemudian menerbitkan penetapan izin penyitaan sertifikat PT GWP dalam Surat Penetapan Nomor 16/Pen. Sit. 2018/PN Jkt. Sel pada 29 Maret 2018.
"Bank CCB mempersoalkan izin penyitaan, kini penyidik Bareskrim telah mendapatkan izin tersebut dari PN Jaksel. Harusnya tidak ada kendala lagi untuk menyita sertifikat PT GWP," papar Berman.
Dokumen asli sertifikat diperlukan penyidik Bareskrim untuk melengkapi berkas perkara pidana penggelapan sertifikat PT GWP dengan tersangka PMC (eksekutif Bank Danamon) dan TS (mantan Direktur Bank Multicor/kini CCB).
Kasus itu bermula dari laporan polisi pada 21 September 2016 yang dibuat Edy Nusantara, kuasa Fireworks Ventures Limited, selaku pemegang piutang atau hak tagih (cessie) PT GWP terkait dugaan penggelapan sertifikat PT GWP dengan terlapor PMC dan TS.
Fireworks membeli dan menerima pengalihan piutang (hak tagih/cessie) atas nama debitur PT GWP dari PT MAS pada 2005. MAS sendiri memenangkan lelang aset kredit PT GWP melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) VI yang digelar BPPN pada 2004 dan telah menuntaskan kewajiban pembayaran aset kredit PT GWP yang dibelinya itu kepada BPPN.
Persoalannya, meski seluruh dokumen aset kredit (asset transfer kit) sudah diterima Fireworks, namun jaminan kredit berupa dokumen sertifikat PT GWP dikuasai pihak lain. Padahal, hak kebendaan melekat dalam piutang/hak tagih. Dari sinilah Fireworks melakukan upaya hukum untuk mendapatkan sertifikat PT GWP. Anehnya, di tengah proses hukum yang dilakukan Bareskrim, pada 12 Februari 2018, Bank CCB mengklaim telah mengalihkan piutang PT GWP kepada pengusaha TW.
Persoalannya, meski pengalihan piutang tersebut sedang dimintakan pengesahan di PN Jakarta Pusat, namun hal itu dijadikan alas hak (legal standing) untuk melaporkan HK (salah satu pemegang saham PT GWP) ke Ditreskrimsus Polda Bali terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham.
"Ini yang kami sesalkan. Kenapa penyidik Polda Bali begitu bersemangat menangani laporan polisi yang legal standing-nya bermasalah," kata Boyamin Saiman, kuasa hukum Hartono Karjadi.*** Sam Bernas.

Subscribe to receive free email updates: