70 Persen Masalah Peradilan di Indonesia Bersumber dari Proses Administrasi

Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki

Jakarta,Info Breaking News – Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan 70 persen masalah peradilan di Indonesia umumnya bermula dari administrasi. Tahapan inilah yang kemudian dijadikan celah untuk melakukan praktik korupsi oleh sebagian oknum tak bertanggung jawab.


"Lebih dari 70% persoalan peradilan di Indonesia itu awal ujungnya itu ada di administrasi peradilan. Mulai dari pendaftaran perkara, pencatatan, distribusi, jadwal sidang akan dilakukan, panitera pengganti, ruang sidang, surat panggilan sidang, dan seterusnya," kata Suparman di sela-sela diskusi virtual bertajuk 'Menakar Problematika Lembaga Peradilan dan Strategi di Masa Mendatang', Minggu (26/4/2020).

Tahapan-tahapan tersebut, kata Suparman, memiliki implikasi terhadap proses berjalannya perkara hingga pembacaan putusan di pengadilan. Pos-pos tersebut seharusnya diisi oleh orang-orang dengan integritas yang baik.

"Administrasi peradilan menuntut kerahasiaan, menuntut integritas yang tinggi. Jadi tidak bisa diberikan kepada sembarang orang," ujar Suparman.

Dengan kondisi sekarang ini, Suparman mengaku Indonesia belum benar-benar memiliki sistem administrasi peradilan yang mumpuni. Baginya, hal ini menjadi tugas besar bagi pemimpin Mahkamah Agung (MA) yang baru untuk membenahi sistem administrasi peradilan di Indonesia.

Di kesempatan lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menjabarkan bagaimana kegagalan sistem administrasi bisa menjadi celah tindak pidana korupsi.

Menurutnya, celah itu muncul ketika saat mendaftarkan perkara dan penentuan majelis hakim yang diharapkan para koruptor meringankan hukuman mereka.

"Banyak kasus-kasus tangkap tangan yang dilakukan KPK sering kali dengan jual beli putusan, yang mana hakim. Entah melalui pegawai pengadilan yang mana itu menjanjikan kepada terdakwa. Bahwa putusan seperti apa yang diinginkan dengan iming-iming rupiah atau uang," tegas Kurnia.

Untuk itu, ia mendesak agar MA dapat mengubah perspektif tentang pemberantasan korupsi terhadap hakim-hakim ad hoc yang menangani perkara rasuah. Dengan demikian, upaya pemberantasan korupsi bisa semakin maksimal di tingkat peradilan.

"Kedepannya, penting bagi kita untuk memiliki guardline arahan seruan dari ketua MA untuk benar-benar bisa menerapkan perspektif soal pemberantasan korupsi," ujar Kurnia. ***Samuel Art

Subscribe to receive free email updates: